tag:blogger.com,1999:blog-29219332879546676362024-02-19T18:15:18.500+07:00Gema BudayaMencintai dan Melestarikan Budaya Asli IndonesiaGema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.comBlogger226125tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-24255064430213484342015-02-04T21:25:00.000+07:002015-02-04T21:26:31.611+07:00Susunan Acara Lamaran Menurut Adat Jawa<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0HzajQNUY9HoxYhTJnSf9aBORXjdc77IyZp5IeDkSBIxRP5XK3kiCPr0IkAd5FcGd0c4Nb4dyE6ZNKAWI_ZrdC0pcB6_DzI_AEOjHKbRMbgoTJmzWFvKs8_fWpjHRc-4HxR8peMFeRgE/s1600/seserahan-pernikahan.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0HzajQNUY9HoxYhTJnSf9aBORXjdc77IyZp5IeDkSBIxRP5XK3kiCPr0IkAd5FcGd0c4Nb4dyE6ZNKAWI_ZrdC0pcB6_DzI_AEOjHKbRMbgoTJmzWFvKs8_fWpjHRc-4HxR8peMFeRgE/s1600/seserahan-pernikahan.jpg" /></a></div>
Mudah-mudahan membantu siapapun yang sedang mempersiapkan lamaran. Berikut susunan acara yang biasa dilakukan ketika acara lamaran (adat Jawa) berlangsung yang dirangkum dari berbagai sumber:<br />
1. Diawali dengan kedatangan rombongan keluarga calon pengantin pria ke rumah calon pengantin perempuan.<br />
2. Pembukaan acara oleh MC atau pembawa acara.<br />
3. Rombongan keluarga calon pengantin pria mengutarakan maksud dan tujuan kedatangan yang biasanya diwakilkan oleh utusan yang sudah ditunjuk.<br /><span class="fullpost">
4. Kemudian dari pihak keluarga calon pengantin perempuan akan memberikan sambutan penerimaan sebagai tanda bahwa pihak keluarga menyambut baik rencana lamaran dari pihak calon pengantin pria.<br />
5. Penyerahan secara simbolis peningset (serah-serahan) dari ibu sang pria kepada ibu sang perempuan. Dalam adat Jawa, serah-serahan biasa diberikan ketika malam Midodareni (sehari sebelum akad nikah) atau ketika akad nikah. Namun apabila sudah disepakati, juga bisa dilakukan ketika lamaran.<br />
6. Apabila akan diadakan acara pemasangan cincin maka ibu sang pria akan memasangkan cincin kepada perempuan dan sebaliknya. Namun, acara ini juga dapat ditiadakan apabila kedua pihak menginginkan pemasangan cincin langsung dilakukan pada waktu acara akad nikah. Semua bergantung dari pembicaraan internal antara keluarga pria dan keluarga perempuan.<br />
7. Perkenalan keluarga masing-masing, yang biasanya diawali oleh keluarga pihak calon pengantin pria baru kemudian keluarga pihak calon pengantin perempuan.<br />
8. Penutupan oleh MC atau pembawa acara yang diteruskan dengan doa bersama.<br />
9. Acara ramah-tamah yang biasanya diisi dengan makan bersama yang sebelumnya telah disiapkan.<br />
10. Keluarga calon pengantin pria pamit pulang. Ketika itu diserahkan tanda cinta kasih balasan (angsul-angsul) kepada keluarga calon pengantin pria.<br />
<br />
Selamat lamaran<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-27388650195263896342015-01-30T21:57:00.001+07:002015-01-30T22:10:13.619+07:00Mbaru Niang, Rumah Adat di Wae Rebo<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1I_LRCv-bxP77sbA45kAlTC_1WJLhLzmiNGPzPp7Vonf9sY9JmJMumRLCo3BlNDDBfDCwyyGA6r41OvmhzqOB48LM6KvaHp3rxOV9GjQ2ZMXcpBb0vOOCNMQlf_mKD1ZEKCP8lxcl-5s/s1600/Mbaru-Niang-Rumah-Adat-di-Wae-Rebo.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1I_LRCv-bxP77sbA45kAlTC_1WJLhLzmiNGPzPp7Vonf9sY9JmJMumRLCo3BlNDDBfDCwyyGA6r41OvmhzqOB48LM6KvaHp3rxOV9GjQ2ZMXcpBb0vOOCNMQlf_mKD1ZEKCP8lxcl-5s/s1600/Mbaru-Niang-Rumah-Adat-di-Wae-Rebo.jpg" /></a></div>
Selain memiliki rumah adat mbaru gendang, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, juga memiliki rumah adat mbaru niang.<br />
<br />
Rumah adat mbaru niang ini sangat langka karena hanya tinggal beberapa dan hanya terdapat di kampung adat Wae Rebo yang terpencil di atas pegunungan.<br />
<br />
Mbaru niang berbentuk kerucut dengan tinggi sekitar 15 meter. Atapnya dari ijuk atau ilalang dengan kerangka atap dari bambu. Tiang-tiang utama menggunakan kayu worok yang besar dan kuat.<br /><span class="fullpost">
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSnLnLQ9cOfl4GaMlkFYEjioxMFFBrDJnnjs0FI1k0so8UyImBILNYV6BQ4BAB6qPSW11yJnsEyPt-0nAwdyHjzr6DXQQh4arUw_qr_GSpNJ3LmmVvzmLt115UgJN9YytBY_2tYnyDxLY/s1600/mbaru-niang_large.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 1em;"><img border="0" height=224 width=224 src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSnLnLQ9cOfl4GaMlkFYEjioxMFFBrDJnnjs0FI1k0so8UyImBILNYV6BQ4BAB6qPSW11yJnsEyPt-0nAwdyHjzr6DXQQh4arUw_qr_GSpNJ3LmmVvzmLt115UgJN9YytBY_2tYnyDxLY/s1600/mbaru-niang_large.jpg" /></a></div>
Setiap mbaru niang dihuni enam sampai delapan keluarga. Meski tidak terlalu besar, pembagian ruangan di dalam mbaru niang menunjukkan fungsi rumah sebagai tempat tinggal, untuk menyimpan hasil panen, juga untuk memuja nenek moyang.<br />
<br />
Pada tingkat pertama yang disebut lutur digunakan sebagai tempat tinggal dan berkumpul dengan keluarga. Tingkat kedua berupa loteng atau disebut lobo yang berfungsi untuk menyimpan bahan makanan dan barang-barang sehari-hari. Tingkat ketiga disebut lentar untuk menyimpan benih-benih tanaman pangan, seperti benih jagung, padi, dan kacang-kacangan. Tingkat keempat disebut lempa rae digunakan untuk menyimpan cadangan bahan pangan yang bisa digunakan manakala dalam keadaan darurat karena gagal panen. Tingkat kelima atau paling atas yang disebut hekang kode digunakan untuk menempatkan sesaji buat leluhur. <br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcxZay7_ATQnM9TjSEX9USB4DuYRh2XFf4-jjtTytzeQq5u3T9d6xC_OS90AzMiCgeoOO34dHUZ8CQgEPNaWLZbpMY-l3UsfJkCDLL7JrmN-dOGfG8h550j-yXq4W3gl_jQDjslHYxgh0/s1600/wae-rebo_large.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 1em;"><img border="0" height=265 width=224 src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcxZay7_ATQnM9TjSEX9USB4DuYRh2XFf4-jjtTytzeQq5u3T9d6xC_OS90AzMiCgeoOO34dHUZ8CQgEPNaWLZbpMY-l3UsfJkCDLL7JrmN-dOGfG8h550j-yXq4W3gl_jQDjslHYxgh0/s1600/wae-rebo_large.jpg" /></a></div>
Mbaru niang di Wae Rebo merupakan rumah adat warisan nenek moyang ratusan tahun yang lalu. Konon, leluhur mereka mewariskan 7 buah mbaru niang di Wae Rebo. Namun, karena perbaikan mbaru niang perlu biaya besar, mbaru niang di Wae Rebo lambat laun mulai rusak dimakan usia.<br />
<br />
Menurut catatan seorang ahli antropologi, Catherine Allerton yang mengadakan penelitian di Wae Rebo; pada tahun 1970-an rumah adat di Wae Rebo ini sudah terlihat mulai rusak.<br />
<br />
Namun, keunikan rumah kerucut di atas pegunungan yang sering tertutup kabut ini sangat menarik bagi turis asing. Foto-foto kampung Wae Rebo dan rumah adat mbaru niang menyebar ke seluruh dunia lewat kartu pos.<br />
<br />
Gambar rumah mbaru niang yang sederhana namun unik ini memesona Pak Yoris Antar, seorang aristek dari Jakarta. Tahun 2008, dengan berbekal gambar kartupos, Pak Yoris dan kawan-kawan mencari letak kampung Wae Rebo.<br />
<br />
Melihat keaslian rumah mbaru niang sebagai kekayaan budaya Indonesia yang sudah nyaris punah karena rusak, Pak Yoris lalu menggerakkan penduduk Wae Rebo dan memelopori untuk mengumpulkan dana bagi pelestarian rumah adat ini.<br />
<br />
Rumah-rumah kerucut mbaru niang yang rusak diperbaiki. Mbaru niang yang hilang didirikan lagi. Di atas pegunungan yang berkabut, kini sudah berdiri 7 rumah kerucut mbaru niang yang kokoh.<br />
<br />
Sumber :<br />
http://www.kidnesia.com/<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-80817002535169289452015-01-19T20:56:00.001+07:002015-01-19T20:57:22.370+07:00Rumah Adat Nias "Omo hada", tahan Gempa!<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-QN5SXl-R2hp9b6ONF3YCGS1HWUaez32ZLq-F3TVc-gZck_WOJSu7mhNj7g_S1TMMPrcYX9qFpm4dBr451hVxJfpGpDaZxxz82ELnl4MLrsqWC_fS3RgLTBFnuDjxrpsOMKObd7SnE68/s1600/omo-hada.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-QN5SXl-R2hp9b6ONF3YCGS1HWUaez32ZLq-F3TVc-gZck_WOJSu7mhNj7g_S1TMMPrcYX9qFpm4dBr451hVxJfpGpDaZxxz82ELnl4MLrsqWC_fS3RgLTBFnuDjxrpsOMKObd7SnE68/s1600/omo-hada.jpg" /></a></div>
Omo Hada tidak rubuh saat gempa besar menghempaskan Nias dua tahun lalu. Rumah tradisional terbuat dari kayu tanpa paku ini hanya bergeser sedikit, padahal usianya sudah mencapai ratusan tahun. Anehnya, rumah-rumah batu bersemen dengan rancangan masa kini malah banyak yang hancur.<br /><span class="fullpost">
<br />
RUMAH-rumah kayu beratap oval masih berdiri kokoh di desa tradisional Tumori, Gunungsitoli. Beberapa rumah sudah menggunakan pernis serta bercat masa kini meskipun bentuk aslinya tidak berubah, kecuali pintu masuk yang dialihkan dari samping melalui tangga kayu. “Aslinya, pintu masuk omo nhada dari bawah kolong, tapi sekarang hampir semua dari samping supaya tamu mudah untuk masuk ke dalam,” kata Ya’aro Zebua, 72 tahun.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinvx4fxLFW_gx5r68VAuHf9tV_Y23CYi6yPy4IK7V_NSLUNKTjEbLagtu1puJ7OaVyWg__1VFiayflJWSzO19A9ku4OiOxmaoE9V7iFlGuqiL2O0crCF0pN3MTyv3d7hoKqb7WD8ShFt4/s1600/omohada.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinvx4fxLFW_gx5r68VAuHf9tV_Y23CYi6yPy4IK7V_NSLUNKTjEbLagtu1puJ7OaVyWg__1VFiayflJWSzO19A9ku4OiOxmaoE9V7iFlGuqiL2O0crCF0pN3MTyv3d7hoKqb7WD8ShFt4/s1600/omohada.jpg" /></a></div>
Ya’aro Zebua adalah arsitek atau tukang yang memiliki keahlian membangun rumah adat Nias (omo hada) di Desa Tumori. Dia mendapatkan keahlian itu secara turun-temurun. “Desa ini sudah berusia lebih 200 tahun,” katanya, “semua rumah di sini dibangun oleh kakek dan orangtua saya.”<br />
<br />
Omo hada asli tidak menggunakan paku, melainkan pena dan pasak kayu, sebagaimana rumah knock down atau bongkar pasang. Bahan kayu yang digunakan merupakan pilihan, diperoleh dari hutan-hutan di Nias. “Sekarang susah mencari kayu-kayu pilihan untuk membangun rumah adat, sudah habis dari hutan,” ungkap Zebua. Syukurlah, rumbia untuk atap rumah masih dapat dibuat dari nyiur sehingga bumbungannya tetap tampak unik. Bumbungan kelihatan jadi semakin unik dengan adanya satu hingga dua tuwu zago, yaitu jendela di bagian atap sebagai ventilasi dan sumber cahaya bagi rumah. Tuwu zago ini terdapat di atap bagian depan dan belakang bumbungan.<br />
<br />
<b>Tiang Kayu dan Simbol Omo Hada</b><br />
Setiap omo hada memiliki enam tiang utama yang menyangga seluruh bangunan. Empat tiang tampak di ruang tengah rumah, sedang dua tiang lagi tertutup oleh papan dinding kamar utama. Dua tiang di tengah rumah itu disebut simalambuo berupa kayu bulat yang menjulang dari dasar hingga ke puncak rumah. Dua tiang lagi adalah manaba berasal dari pohon berkayu keras dipahat empatsegi, demikian pula dua tiang yang berada di dalam kamar utama. Setiap tiang mempunyai lebar dan panjang tertentu satu dengan lainnya. “Semakin lebar jarak antara tiang simalambuo dengan tiang manaba maka semakin berpengaruhlah si pemilik rumah,” ungkap Ya’aro Zebua lagi.<br />
<br />
Rumah-rumah adat di Nias juga tidak memiliki jendela. Sekelilingnya hanya diberi teralis kayu tanpa dinding sehingga setiap orang di luar rumah dapat mengetahui siapa yang berada di dalamnya. Menurut Zebua, desain ini menandakan orang Nias bersikap terbuka, jadi siapapun di desa dapat mengetahui acara-acara di dalam rumah, terutama yang berkaitan dengan adat dan masalah masyarakat setempat. Biasanya pemilik rumah bersama ketua adat duduk di bangku memanjang di atas lantai yang lebih tinggi—disebut sanuhe—sambil bersandar ke kayu-kayu teralis, sedangkan yang lainnya duduk di lantai lebih rendah atau disebut sanari. Setiap acara adat akan berlangsung di dalam rumah, terlebih dulu seisi kampung diundang dengan membunyikan faritia (gong) yang tergantung di tengah rumah. Faritia di rumah adat Nias Selatan dilengkapi oleh fondrahi, yaitu tambur besar sebagaimana terlihat di omo sebua—rumah besar untuk raja dan bangsawan—di Desa Bawomatoluo, Teluk Dalam.<br />
<br />
Segi artistik juga menjadi perhatian dalam pembangunan omo hada. Banyak kayu-kayu berukir menghias interior dan eksterior rumah. Ini menandakan orang Nias mempunyai rasa seni tinggi.<br />
<br />
<b>Kayu Elastis Menahan Gempa</b><br />
Mengapa omo hada tak rubuh saat gempa? Ya’aro Zebua mengatakan kayu-kayu yang digunakan untuk rumah mereka bersifat elastis. " Jadi saat gempa rumah pun 'main' [ikut bergerak] sesuai guncangan bumi.” Tetapi, diakuinya, gerakan-gerakan itu telah membuat posisi tiang-tiang rumah bergeser sehingga tampak miring. Selain itu, dia mengungkapkan, umumnya atap di puncak bumbungan mengalami kerusakan walaupun tak begitu berarti.<br />
<br />
Rumah-rumah di Nias bagian utara, seperti Desa Tumori, umumnya disangga oleh balok-balok kayu berbentuk letter X yang disebut diwa. Diwa menahan lantai rumah di bagian kolong, selain ada pula siloto yang berupa kayu panjang yang menempel di bagian bawah papan lantai rumah tersebut. Siloto langsung menahan lantai rumah, dan merupakan bagian kayu yang paling elastis. Ada juga gohomo, yaitu kayu-kayu yang tegak lurus menopang dan memagari seluruh kolong rumah sehingga omo hada semakin kokoh sekaligus elastis. Gohomo berada di bagian terluar pada kolong rumah, sedangkan siloto dan diwa berada di bagian dalamnya.<br />
<br />
<b>Rumah Empatsegi dan Lettter V di Bawomatoluo</b><br />
Kalau balok penyangga omo hada di kawasan Nias utara berbentuk letter X, maka di Nias Selatan berbentuk letter V. Bentuk itu tampak di rumah-rumah desa tradisional, seperti Bawomatoluo, Hilinawalu Mazingo, Hilinawalu Fao dan sebagainya. Rumah adat di sini pun tidak oval, melainkan berbentuk empatsegi mulai dari atap hingga keseluruhan bagian bangunan.<br />
<br />
Bawomatoluo adalah desa tradisional berusia ratusan tahun. Desa ini paling lengkap menyimpan ornamen tradisional Nias Selatan, berada sekitar 8 kilometer dari Teluk Dalam. Setiap orang yang ingin memasuki desa mesti menaiki 91 anak tangga terbuat dari batu hasil pahatan para ahli Bawomatoluo.<br />
<br />
Ada satu rumah paling besar di sini, yaitu omo sebua sebagai tempat bermukim raja atau kepala suku. Di halaman sebelah kiri rumah tersusun batu empatsegi setinggi dua meter dengan pijakan sekira 45 centimeter di bawahnya. Batu ini menjadi tempat para prajurit Bawomatoluo untuk memperlihatkan kemampuan lompat mereka—kini merupakan ikon pariwisata Nias: lompat batu. Lalu persis di halaman depan rumah terdapat batu-batu besar yang terpahat rapi untuk duduk raja beserta tetua adat atau tamu-tamu desa.<br />
<br />
Selain di Bawomatoluo, setiap desa tradisional di Nias Selatan juga memiliki omo sebua. Namun, kini atap omo hada di desa-desa itu, termasuk Bawomatoluo, rata-rata sudah tidak asli lagi dari rumbia. Semua diganti dengan seng. Demikian pula atap omo sebua sudah menggunakan seng. Perubahahan ini, menurut Pikiran Nehe dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, terjadi setelah dilakukan pemugaran. Soalnya, katanya, rumbia untuk atap omo hada mulai jarang diproduksi di Nias, padahal kebutuhannya sangat besar. Misalnya, omo sebua saja membutuhkan sekitar dua ribu lembar atap rumbia, belum lagi rumah-rumah lainnya. Namun, tambahnya, perubahan atap dengan seng tidak mengubah desain asli omo sebua. “Selain Bawomatoluo, ada dua desa lagi memiliki omo sebua yang tetap akan dipertahankan, yaitu di Desa Hilinawalu Mazingo dan Hilinawalu Fao,” ungkap Nehe. Ini untuk menjaga dan melestarikan kekayaan budaya Nias Selatan.<br />
<br />
Ciri asli juga masih tampak dari pintu masuk omo sebua di Bawomatoluo. Setiap orang mesti masuk melalui pintu dari bagian bawah kolong rumah. Interior rumah pun masih terjaga, dimana dapur terdapat di ruangan tengah dan satu lagi di bagian belakang. “Posisi dapur di ruangan tengah menandakan bahwa omo sebua adalah milik semua rakyat desa ini,” kata Pikiran Nehe.<br />
<br />
<b>Ornamen Nias di Omo Sebua</b><br />
Ornamen-ornamen yang melambangkan kekayaan budaya terpasang di dinding omo sebua, seperti tambur besar fondrahi, rangkaian puluhan tengkorak babi, peralatan perang khas Nias, dan aneka hiasan lainnya. Bangunan omo sebua yang lebih besar, berlantai tinggi, dan berada di tengah desa, membuat raja atau kepala suku dapat mengamati seluruh desa tanpa keluar dari rumah. Tetapi kalau dia ingin mengumpulkan rakyatnya maka cukup dengan memukul fondrahi.<br />
<br />
Hikayat Mana’o, seniman yang bermukim di Bawomatoluo, mengemukakan banyak orang sudah mengunjungi omo sebua pada desa-desa tradisional di Nias dan Nias Selatan. Namun, menurutnya, setelah mengunjungi Bawomatoluo mereka mendapatkan ternyata omo sebua di sini paling unik menggambarkan kekayaan budaya Nias. “Ornamen omo sebua dan seluruh desa Bawomatoluo dianggap paling lengkap serta menarik,” katanya. Salah satu ornamen itu terlihat pada seni pahat batu yang juga unik di desa ini, mulai dari tangga masuk, lompat batu hingga aneka perkakas bebatuan di halaman omo sebua.<br />
<br />
Dulu, menurut Mana’o, untuk membangun omo sebua saja ada tujuh tahap yang mesti dilampaui oleh leluhur mereka, mulai dari pembangunan fondasi hingga ke atap. “Setiap tahap biasanya diselesaikan dengan mengadakan upacara yang mengorbankan puluhan ekor babi,” ungkapnya. Maka sampai tahap terakhir ada ratusan ekor hewan itu dikorbankan untuk membangun satu omo sebua. “Semua tengkorak kepala babi itu dipajangkan di bagian dalam rumah untuk menunjukkan kebesaran omo sebua,” jelas Mana’o.<br />
<br />
Saat ini balok-balok berletter V berukuran besar yang menyangga omo sebua mulai terlihat lapuk. Namun rumah yang kini dihuni oleh generasi kelima raja Bawomatoluo masih kokoh berdiri, padahal bangunan utamanya sejak dari fondasi, lantai dan rangka rumah hingga dinding-dinding sama sekali tak menggunakan paku. “Omo hada—termasuk omo sebua—memang merupakan bangunan knock down, tanpa paku,” kata Solistis Dachi, kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Nias Selatan. Ini membuatnya menjadi unik dan tahan dari guncangan gempa. Saking uniknya, dia mengatakan, ratusan tahun lalu penjajah Belanda pernah membawa satu omo sebua ke negerinya beserta satu keluarga orang Nias yang ahli untuk merancang bangunnya kembali di sana. “Sampai kini omo sebua itu masih ada di Kopenhagen, Denmark,” ungkapnya. <br />
<br />
Sumber :<br />
http://alvianhia.blogspot.com/
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-8040732780414797532015-01-14T21:13:00.000+07:002015-01-14T21:16:34.637+07:00Rumah Adat Pewaris ( Walewangko ) Asal Minahasa Gorontalo <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhfmM-hsVjdw78QwykfNoMoBfNizAJ8iEX5TWDOOLapgFLx2DFkFvUkv25N0g94T1el5HSBKS_KgvuWI7olLWiKW89U0vyrcReODp0S7LMh7QQxOh-ClkBqKxoNUnA9FgC9i1rSf0d8Cs/s1600/minahasa.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhfmM-hsVjdw78QwykfNoMoBfNizAJ8iEX5TWDOOLapgFLx2DFkFvUkv25N0g94T1el5HSBKS_KgvuWI7olLWiKW89U0vyrcReODp0S7LMh7QQxOh-ClkBqKxoNUnA9FgC9i1rSf0d8Cs/s1600/minahasa.jpg" /></a></div>
Penjelasan rumah pewaris rumah adat yang berasal dari suku Minahasa Gorontalo Sulawesi. Rumah Pewaris atau yang biasa juga disebut dengan rumah Walewangko merupakan bentuk rumah panggung. Dibangun di atas tiang dan balok-balok. Tiang penopangnya dibuat dari kayu yang kokoh. Dua di antara tiang penyanggah rumah tak boleh disambung dengan apapun. Bagian kolong rumah pewaris ini lazim dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan hasil panen atau godong.<br />
<br />
<b>Bagian-bagian rumah Pewaris</b><br /><span class="fullpost">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnQiLg2iLhXbaHtJtQKdYo8b3SF3f-_7p4C-3wLbvE54x9EV57x2ESw9aPHtvZqwGIDUGugq9Y-p_v6H-_3szwU6j5VCWBR0cbs-vQjdMOD65cO8qfY8O5x8VhLC9Pson2Auy_hgmgY30/s1600/Rumah-Minahasa_medium.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnQiLg2iLhXbaHtJtQKdYo8b3SF3f-_7p4C-3wLbvE54x9EV57x2ESw9aPHtvZqwGIDUGugq9Y-p_v6H-_3szwU6j5VCWBR0cbs-vQjdMOD65cO8qfY8O5x8VhLC9Pson2Auy_hgmgY30/s1600/Rumah-Minahasa_medium.jpg" /></a></div>
<br />
Awalnya rumah adat pewaris hanya memiliki satu ruangan saja. Untuk pemisahnya dengan menggunakan tali rotan atau tali ijuk yang dibentangkan dan digantungkan tikar. Berikut bagian-bagian rumah Pewaris:<br />
<br />
<b>1. Bagian depan (Lesar)</b><br />
Bagian ini tidak dilengkapi dengan dinding sehingga mirip dengan beranda. Lesar difungsikan sebagai tempat para tetua adat juga kepala suku yang hendak memberikan maklumat kepada rakyat.<br />
<br />
<b>2. Sekey (Serambi bagian depan)</b><br />
Berbeda dengan Lesar, si Sekey ini dilengkapi dengan dinding dan letaknya persis setelah pintu masuk. Ruangan ini sendiri difungsikan sebagai tempat untuk menerima tetamu serta ruang untuk menyelenggarakan upacara adat dan jejamuan untuk undangan.<br />
<br />
<b>3. Pores</b><br />
Bagian ini digunakan untuk tempat menerima tamu yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik rumah. Terkadang ruangan ini juga digunakan sebagai tempat untuk menjamu tamu wanita dan juga tempat anggota keluarga melakukan aktifitas sehari-harinya. Pores ini umumnya bersambung langsung dengan dapur, tempat tidur dan juga makan.<br />
<br />
Rumah Pewaris memiliki 2 buah tangga. Letaknya di sisi kiri dan kanan bagian depan rumah. Menurut kepercayaan setempat dua buah tangga ini berkaitan erat dengan kepercayaan suku Minahasa dalam mengusir roh jahat. Apabila roh tersebut naik melalui tangga yang satu maka serta merta ia akan turun lagi melalui tangga lainnya. <br />
<br />
Sumber referensi :<br />
http://www.kidnesia.com/<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-92232672134145961552015-01-08T20:07:00.000+07:002015-01-08T20:24:18.964+07:00Pernikahan Adat Masyarakat Lampung 1<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3fRIjQUz6kaVZ1qcsSQzdHYv6uwMWz4-36wofUBJNlzwnv3JfHrX9hZ8BbkUZkI0ZBmyrO47_9Ye_RPYJjPQtw0g1k4AJsYpePKVUlJhfqkyllMBZc7BdR7LyTyYSE8sdBLMvejovcDU/s1600/lampung-pepadun.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3fRIjQUz6kaVZ1qcsSQzdHYv6uwMWz4-36wofUBJNlzwnv3JfHrX9hZ8BbkUZkI0ZBmyrO47_9Ye_RPYJjPQtw0g1k4AJsYpePKVUlJhfqkyllMBZc7BdR7LyTyYSE8sdBLMvejovcDU/s1600/lampung-pepadun.jpg" /></a></div>
Pemirsa Batavusqu yang berbudi<br />
<br />
Postingan pernikahan adat pada masyarakat provinsi Lampung terjeda menjadi 2 tayangan kerena ada adat Pepadun dan adat Saibathin. Awal postingan saya sajikan untuk Adat Pepadun dengan tanpa membedakan derajat masyarakat di kota Lampung.<br />
<br />
Masyarakat Lampung dalam bentuknya yang asli memiliki struktur hukum adat tersendiri. Bentuk masyarakat hukum adat tersebut berbeda antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya, kelompok-kelompok tersebut menyebar diberbagai tempat di daerah lain di Lampung. Perbedaan kelompok tersebut tercermin dalam upacara adat dalam perkawinan tradisional.<br /><span class="fullpost">
<br />
<b>Tahap Perkenalan</b><br />
Bila seorang jejaka merasa tertarik pada seorang gadis maka si jejaka tersebut akan mencari cara agar dapat mendekati si gadis. Pada saat acara adatlah di jejaka tersebut bersama keluarganya melakukan nyubuk, yakni menilai apakah gadis tersebut memang sesuai dengan pilihannya. Dengan cara mengintip di balik sarung yang dipakai, apabila gadis tersebut berkenan di hati si jejaka maka keluarganya langsung menanyakan bibit, bobot, dan bebet si gadis atau disebut dengan beulih-ulihan.<br />
<br />
<b>Tahap Bekado</b><br />
Tahap bekado yakni, keluarga si jejaka mengirim utusan untuk mendatangi rumah si gadis dengan membawa berbagai macam barang atau bahan makanan sebagai rangkaian proses pendekatan. Bila pemperian itu diterima dengan baik maka tahapan selanjutnya si gadis sudah dapat dikatakan sebagai calon pengantin wanita dan akan segera dilamar.<br />
<br />
<b>Melamar</b><br />
Setelah keduanya saling menyukai maka pihak orangtua pria datang untuk melamar yang disebut juga tahap nunang. Pada saat ini pihak mempelai pria juga membawa oleh-oleh berupa uang, dodol, dan sekapur sirih. Setelah lamaran diterima maka menjelang hari berikutnya rombongan pihak pria tersebut akan datang lagi untuk mengadakan nyeurik atau mengikat. Dewasa ini bisa dikatakan bahwa keduanya telah bertunangan. Sebagai tanda bahwa si gadis telah bertunangan, maka sang ibu mengikat badan anaknya dengan benang. Kemudian selang beberapa hari maka akan diadakan manjau yakni merundingkan hari H. Maka sesuai dengan perundingan sebelumnya, apakah perkawinan akan diadakan dengan cara terang-terangan atau begawi. Begawi adalah pesta adat Lampung pepadun, dengan memotong kerbau di rumah pihak calon pengantin pria atau bisa juga di rumah calon pengantin wanita. Pesta adat ini biasa diadakan oleh kaum bangsawan, disebut dengan munaek suntan berpangkat tinggi dalam adat.<br />
<br />
<b>Upacara Temu Pengantin</b><br />
Selanjutnya keluarga pihak wanita mengajak calon mempelai wanita ke rumah tunangannya untuk dipertemukan dengan calon mempelai pria. Kemudian juru bicara rombongan pihak pria menyatakan maksud kedatangan mereka ke rumah mempelai wanita. Pada saat pertemuan itu akan diadakan netak aping, kedua belah pihak rombongan memegang sepakat maka kain tersebut dipotong/dibelah tengahnya sebagai pemecah hambatan. Setelah itu pengantin wanita menuju rumah pengantin pria, sesampai di rumah pengantin pria lalu disambut dengan tabuhan talo balak dengan irama gembira dan tembakan meriam. Di depan rumah mempelai kedua orangtua dan kerabat terdekat mempelai pria telah menanti untuk menyambut kedatangan kedua mempelai, seorang ibu langsung menaburkan beras yang dicampur kunyit dan uang logam.<br />
<br />
Di depan tangga rumah telah disediakan pasu terbuat dari tanah liat yang beralaskan talam kuningan berisi air dan anak pisang batu dan kembang titeu. Kembang titeu ini terdiri dari daun sosor bebek dan kembang sebanyak tujuh rupa. Lalu pengantin wanita mencelupkan kedua kakinya ke dalam pasu yang dimulai dengan kaki kanan lalu kaki kirinya, setelah itu mempelai wanita dibantu mertua wanita bersama mempelai pria naik ke rumah lalu menuju ruang tengah.<br />
<br />
Kemudian didudukkan di atas kasur usut yang tengah digelar di depan appai pereppu yakni kamar tidur yang paling besar, biasanya kamar ini diperuntukkan bagi anak yang tertua. Kedua mempelai didudukkan dengan bersila dengan posisi lutut kiri mempelai pria menindih lutut mempelai wanita, bermakna agar kelak mempelai wanita selalu patuh dan setia terhadap suami kelak. Kemudian siger mempelai wanita dibuka dan diganti dengan handuk liling, dilanjutkan dengan acara mosok dan makkuhken inai adek yakni pemberian gelar adat.<br />
<br />
Pada saat makkuhken inai adek, istri dari kepala adat memberikan gelar dengan menekan telunjuk tangan kiri di atas dahi kedua mempelai kemudian mengetuk kunci rumah di dahi kedua mempelai sebanyak tujuh kali hitungan lalu menyebutkan gelar apa yang didapatkan kedua mempelai. Acara mosok dan makkuhken inai adek dilakukan oleh ibu atau nenek mempelai pria. Kemudian mempelai pria membuka kalung yang dipakai oleh mempelai wanita lalu dipakaikan pada adik perempuannya agar kelak dimudahkan jodohnya. Kemudian kedua mempelai bangun lalu menebarkan kacang goreng dan permen pada gadis-gadis yang hadir menyaksikan acara tersebut. Seluruh gadis-gadis yang hadir bersama-sama merebut kacang dan permen serta memakannya dengan maksud agar cepat mendapatkan jodoh.<br />
<br />
<b>Upacara Pernikahan</b><br />
Upacara pernikahan diadakan di depan penghulu yang dilanjutkan dengan pesta pernikahan di rumah mempelai pria. Malam harinya keluarga mengadakan pesta menari antara bujang dan gadis yang disebut upacara cangget. Pesta ini berakhir menjelang subuh dengan nedio, yakni menyanyi bersama dan bersahutan pantun antara bujang dan gadis. Esok harinya kedua mempelai melanjutkan upacara dengan pepadon, menaiki semacam tahta hingga 21 tingkat dan untuk setiap tingkat yang mereka naiki keluarga diharuskan menyembilih seekor kerbau. Setelah upacara pepadon usai, kedua pengantin diarak bersama-sama keliling kampung.<br />
<br />
Sumber :<br />
http://zipoer7.wordpress.com/2009/09/27/pernikahan-adat-masyarakat-lampung-1/
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-42016391820256966882013-10-04T22:30:00.000+07:002013-10-04T22:34:34.704+07:00Tata Cara Pernikahan Adat Lampung <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaLGdV9bSh4IaMJE_Njp9ECbknD21CO75Z803hriv-Iistr0eJEAC3NVFk1FkT_zyMahH_5BLYXsS4DxmdOoGliNZDbW_NPAEQJDx2Z-nNieKiT-dlOuqEjTFyGAKyiHb1vxlI5LxOb6k/s1600/PAKAIAN+ADAT+LAMPUNG.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="245" width="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaLGdV9bSh4IaMJE_Njp9ECbknD21CO75Z803hriv-Iistr0eJEAC3NVFk1FkT_zyMahH_5BLYXsS4DxmdOoGliNZDbW_NPAEQJDx2Z-nNieKiT-dlOuqEjTFyGAKyiHb1vxlI5LxOb6k/s1600/PAKAIAN+ADAT+LAMPUNG.jpg" /></a></div> <b>SEBELUM PERNIKAHAN</b><br />
<br />
<b>a. Nindai/Nyubuk</b><br />
Merupakan proses awal, dimana orangtua calon mempelai pria menilai apakah si gadis berkenan dihati atau tidak. Salah satu upacara adat yang diadakan pada saat Begawi (Cakak Pepadun) adalah Cangget Pilangan, dimana bujang gadis hadir dengan mengenakan pakaian adat, disinilah utusan keluarga calon pengantin pria nyubuk atau nindai gadis di balai adat.<br />
<br />
<b>b. Nunang (ngelamar)</b><br />
Pada hari yang di tentukan calon pengantin pria datang melamar dengan membawa bawaan berupa makanan, kue-kue, dodol, alat meroko, alat-alat nyireh ugay cambai (sirih pinang), yang jumlahnya disesuaikan dengan tahta atau kedudukan calon pengantin pria. Lalu dikemukakanlah maksud dan tujuan kedatangan yaitu untuk meminang si gadis.<br /><span class="fullpost">
<br />
<b>c. Nyirok (ngikat)</b><br />
Bisa digabungkan pada saat melamar. Ini merupakan peluang bagi calon pengantin pria untuk memberi tanda pengikat dan hadiah bagi si gadis berupa mas berlian, kain jung sarat dan sebagainya. Tata cara nyirok : Orang tua calon pngantin pria mengikat pinggang si gadis dengan benang lutan (benang dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu) sepanjang 1 meter dengan niat semoga menjadi jodoh, dijauhi dari halangan.<br />
<br />
<b>d. Berunding (Menjeu)</b><br />
Utusan pengantin pria datang ke rumah calon mempelai wanita (manjau) dengan membawa dudul cumbi untuk membicarakan uang jujur, mas kawin, adat macam apa yang akan dilaksanakan, serta menentukan tempat acara akad nikah.<br />
<br />
<b>e. Sesimburan (dimandikan)</b><br />
Sesimburan dilaksanakan di kali atau sumur dengan arak-arakan. Calon pengantin wanita dipayunngi dengan payung gober, diiringi tetabuhan (gender, gujih dll), talo lunik. Lalu bersama gadis-gadis dan ibu-ibu mandi bersama dan saling simbur, sebagai tanda permainan berakhir dan sebagai tolak bala karena akan melaksanakan akad nikah.<br />
<br />
<b>f. Betanges (mandi uap)</b><br />
Rempah-rempah wewangian (pepun) direbus sampai mendidih dan diletakan dibawah kursi. Calon pengantin wanita duduk di atas kursi tersebut dan dilingkari tikar pandan (dikurung), bagian atas tikar ditutup dengan tampah atau kain, sehingga uap menyebar keseluruh tubuh, agar tubuh mengeluarkan aroma harum, dan agar calon pengantin tidak terlalu banyak berkeringat. Betanges memakan waktu kira-kira 15-25 menit.<br />
<br />
<b>g. Berparas (meucukur)</b><br />
Setelah betanges dilanjutkan dengan berparas, untuk menghilangkan bulu-bulu halus dan membentuk alis agar tampak menarik dan mudah membentuk cintok pada dahi dan pelipis, dan pada malam hari dilanjutkan memasang pacar pada kuku calon mempelai wanita.<br />
<br />
<b>PADA HARI PERNIKAHAN</b><br />
<br />
<b>a. Upacara Adat</b><br />
Beberapa jenis upacara adat dan tata laksana ibal serbo sesuai perundingan akan dilaksanakan dengan cara tertentu. Ditempat keluarga gadis dilaksanakan 3 acara pokok dalam 2 malam,
yaitu : <br />
1. Maro Nanggep <br />
2. Cangget pilangan<br />
3. Temu di pecah aji<br />
<br />
<b>b. Upacara akad nikah atau ijab kabul</b><br />
Menurut tradisi lampung, biasanya pernikahan dilaksanakan di rumah calon mempelai pria, namun dengan perkembangan zaman dan kesepakatan, maka akad nikah sudah sering diadakan di rumah calon mempelai wanita.<br />
<br />
Rombongan calon mempelai pria diatur sebagai berikut :<br />
- Barisan paling depan adalah perwatin adat dan pembarep (juru bicara)<br />
- Rombongan calon mempelai pria diterima oleh rombongan calon mempelai wanita dengan barisan paling depan pembarep pihak calon mempelai wanita.<br />
- Rombongan calon pengantin pria dan calon pengantin wanita disekat atau dihalangi dengan Appeng (rintangan kain sabage/cindai yang harus dilalui).<br />
setelah tercapai kesepakatan, maka juru bicara pihak calon pengantin pria menebas atau memotong Appeng dengan alat terapang.<br /><br />
Baru rombongan calon pengantin pria dipersilahkan masuk dengan membawa seserahan berupa : <br />
• dodol, <br />
• urai cambai (sirih pinang), <br />
• juadah balak (lapis legit), <br />
• kue kering, dan <br />
• uang adat. <br />
<br />
Kemudian calon pengantin pria dibawa ke tempat pelaksanaan akad nikah, didudukan di kasur usut. Selesai akad nikah, selain sungkem (sujud netang sabuk) kepada orangtua, kedua mempelai juga melakukan sembah sujud kepada para tetua yang hadir.<br />
<br />
<b>SESUDAH PERNIKAHAN</b><br />
<br />
<b>a. Upacara Ngurukken Majeu/Ngekuruk</b><br />
Mempelai wanita dibawa ke rumah mempelai pria dengan menaiki rato, sejenis kereta roda empat dan jepanon atau tandu. Pengantin pria memegang tombak bersama pengantin wanita dibelakangnya. Bagian ujung mata tombak dipegang pengantin pria, digantungi kelapa tumbuh dan kendi berkepala dua, dan ujung tombak bagian belakang digantungi labayan putih atau tukal dipegang oleh pengantin wanita, yang disebut seluluyan. Kelapa tumbuh bermakna panjang umur dan beranak pinak, kendi bermakna keduanya hendaknya dingin hati dan setia dunia sampai akhirat, dan lebayan atau benang setungkal bermakna membangun rumah tangga yang sakinah dan mawadah. pengantin berjalan perlahan diiringi musik tradisional talo balak, dengan tema sanak mewang diejan.<br />
<br />
<b>b. Tabuhan Talo Balak</b><br />
Sesampai di rumah pengantin pria, mereka disambut tabuhan talo balak irama girang-girang dan tembakan meriam, serta orangtua dan keluarga dekat mempelai pria, sementara itu, seorang ibu akan menaburkan beras kunyit campur uang logam.<br />
Berikutnya pengantin wanita mencelupkan kedua kaki kedalam pasu, yakni wadah dari tanah liat beralas talam kuningan, berisi air dan anak pisang batu, kembang titew, daun sosor bebek dan kembang tujuh rupa, pelambang keselamapan, dingin hati dan berhasil dalam rumah tangga. Lalu dibimbing oleh mertua perempuan, pengantin wanita bersama pengantin pria naik ke rumah, didudukan diatas kasur usut yang digelar didepan appai pareppu atau kebik temen, yaitu kamat tidur utama. Kedua mempelai duduk bersila dengan posisi lutut kiri mempelai pria menindih lutut mempelai wanita. Maknanya agar kelak mempelai wanita patuh pada suaminya. <br /><br />
Selanjutnya siger mempelai wanita diganti dengan kanduk tiling atau manduaro (selendang dililit di kepala),dan dimulailah serangkaian prosesi:<br />
1. ibu mempelai pria menyuapi kedua mempelai , dilanjutkan nenek serta tante.<br />
2. Lalu ibu mempelai wanita menyuapi kedua mempelai, diikuti sesepuh lain.<br />
3. Kedua mempelai makan sirih dan bertukar sepah antara mereka.<br />
4. istri kepala adat memberi gelar kepada kedua mempelai, menekan telunjuk tangan kiri diatas dahi kedua mempelai secara bergantian, sambil berkata : <br />
sai(1), wow (2), tigou(3), pak(4), limau(5), nem(6), pitew(7), adekmu untuk mempelai pria Ratu Bangsawan, untuk mempelai wanita adekmu Ratu Rujungan.<br />
5. Netang sabik yaitu mempelai pria membuka rantai yang dipakai mempelai wanita sambil berkata : “Nyak natangken bunga mudik, setitik luh mu temban jadi cahyo begito bagiku”, lalu dipasangkan di leher adik perempuannya, dengan maksud agar segera mendapat jodoh.<br />
6. Kedua mempelai menaburkan kacang goreng dan permen gula-gula kepada gadis-gadis yang hadir, agar mereka segera mendapat jodoh.<br />
7. Seluruh anak kecil yang hadir diperintahkan merebut ayam panggang dan lauk pauk lain sisa kedua mempelai, dengan makna agar segera mendapat keturunan.<br />
<br />
(sumber : Buku adat istiadat, tata busana dan rias pengantin lampung pepaduan oleh Kartini Bachtiar, S,Pd)
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-91414716709880700542013-08-13T09:42:00.000+07:002013-08-13T09:53:57.328+07:00Urutan Pernikahan Adat Solo<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGqn5C2vI2atJftAD_KOZqt1dUmDB7rVyKWP6c3BbRnEQ9zrfWiRFGq0YAolqCPu5Inhoak20aJT435PKWoXNnorX25KB0Dr8xjQ1kYprIeIpyXaEQPJmsLl1-pwlnBPGTdZgg5kQqkYU/s1600/Solojadi_zps69c42f1c.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="245" width="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGqn5C2vI2atJftAD_KOZqt1dUmDB7rVyKWP6c3BbRnEQ9zrfWiRFGq0YAolqCPu5Inhoak20aJT435PKWoXNnorX25KB0Dr8xjQ1kYprIeIpyXaEQPJmsLl1-pwlnBPGTdZgg5kQqkYU/s640/Solojadi_zps69c42f1c.jpg" /></a></div>
Pulau Jawa menyimpan sejuta keindahan dan keagungan budaya yang memiliki kekhasan masing masing wilayah. Hal ini tercermin dari beraneka ragam upacara perkawinan yang unik dan penuh makna di berbagai daerah di Jawa.<br />
<br />
Berikut prosesi perkawinan adat Jawa Solo Putri :<br />
<br />
<b>I. TAHAP PEMBAHASAN</b><br />
<br />
<b>a. Congkog</b><br />
Mencari informasi calon besan yang putrinya akan dilamar yang meliputi BIBIT, BEBET dan BOBOT. Juga memastikan status calon mempelai perempuan, masih sendiri atau sudah ada pihak yang mengikat.<br />
<br />
<b>b. Salar</b><br />
Membahas informasi yang didapat dari acara Congkog.<br />
<br />
<b>c. Nontoni</b><br />
Orang tua, keluarga besar beserta calon mempelai pria datang berkunjung ke rumah calon mempelai wanita untuk dipertemukan atau saling dipertontonkan. Kesempatan ini di pergunakan oleh masing masing orang tua untuk menilai kepribadian calon menantu.<br /><span class="fullpost">
<br />
<b>d. Panembang</b><br />
Orangtua calon mempelai pria mengirim utusan untuk datang melamar. Sekaligus menentukan tanggal dan hari pernikahan.<br />
<br />
<b>II. TAHAP IKATAN</b><br />
<br />
<b>a. Peningsetan</b><br />
Penyerahan seperangkat perlengkapan berupa cincin, seperangkat busana wanita, perhiasan, makanan tradisional, buah-buahan, daun sirih, dan uang. Oleh pihak calon pengantin pria kepada calon pengantin wanita sering disebut sebagai srah srahan yang dilanjutkan dengan tukar cincin oleh kedua calon mempelai sebagai tanda ikatan antara kedua calon pengantin.<br />
<br />
<b>b. Asok Tukon</b><br />
Penyerahan dana untuk membantu biaya pesta keluarga calon pengantin wanita.<br />
<br />
<b>c. Paseksen</b><br />
Proses permohonan doa restu<br />
<br />
<b>d. Gethok Dina</b><br />
Penentuan hari ijab kabul dan resepsi. Menghitung hari, tanggal, dan bulan yang baik yang kemudian mendapat kesepakatan dari kedua belah pihak.<br />
<br />
<b>III. TAHAP PERSIAPAN</b><br />
<br />
<b>a. Sedhahan</b><br />
Pembuatan hingga pembagian surat undangan.<br />
<br />
<b>b. Kumbakarnan</b><br />
Pertemuan untuk membentuk panitia pesta dengan mengundang sanak saudara, keluarga, tetangga, dan teman.<br />
<br />
<b>c. Jenggolan atau Jonggolan</b><br />
Sering disebut tandhakan atau tandhan, artinya melaporkan pada pihak kantor pencatatan sipil (KUA) bahwa akan diadakan upacara perkawinan.<br />
<br />
Sumber :<br />
http://www.ngunduhmantu.com/perkawinan-adat-solo/
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-34778768250470097752013-07-10T10:41:00.000+07:002013-07-10T10:54:21.619+07:00Mengenal Upacara Tedhak Siten<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPS5MNN1PcX4UrFN4oxfDBFFWQu23e6I3nmaDYfy901zNKd9X_tHODXLWozOktxZv05etNGL8k2-IbC8qgZ0VZjDhYyO0h3f1bvshPCUgytrwnvlocauprb7tPU8LpacGZ5YokS7wHi5U/s1600/Tedak-siten-nginjak+jenang.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="224" width="161" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPS5MNN1PcX4UrFN4oxfDBFFWQu23e6I3nmaDYfy901zNKd9X_tHODXLWozOktxZv05etNGL8k2-IbC8qgZ0VZjDhYyO0h3f1bvshPCUgytrwnvlocauprb7tPU8LpacGZ5YokS7wHi5U/s1600/Tedak-siten-nginjak+jenang.jpg" /></a></div><b>Tedhak Siten</b> atau <b>Turun Tanah</b> adalah suatu prosesi untuk menandakan anak saatnya mulai belajar berdiri dan berjalan, biasanya diadakan ketika anak telah berusia 7bulan ke-atas. Menurut hitungan Jawa, usia satu bulan bayi adalah 35 hari jadi perhitungannya 35 X 7 atau 245 hari dalam hal ini biasanya praktek acara <b>Turun Tanah</b> adalah dari anak usia 7 hingga 8 bulan. Jadi merupakan prosesi bersyukur kepada Tuhan sebab anak telah tumbuh dan berkembang hingga saatnya belajar berdiri dan berjalan.<br />
<br />
Di usia ini biasanya anak secara perkembangan mulai belajar berdiri dan berjalan meskipun masih perlu dititah atau masih dituntun dan dibimbing kita orang dewasa, mulai diperkenalkan tanah sebagai tempat dia berpijak dihari kemudian. <br />
<br />
Berikut ini adalah rangkaian acara Tedhak Siten serta hal-hal apa saja yang mendukung jalannya acara serta sedikit pengertian tentang makna dan arti dari prosesi serta kelengkapannya.<br /><span class="fullpost">
<br />
* Anak dituntun menginjak tanah kemudian kakinya dibasuh dengan air bersih artinya adalah telah waktunya anak untuk belajar berdiri dan berjalan serta mengenal tanah sebagai pijakan.<br />
<br />
* Kemudian anak dituntun untuk menginjak “jadah” atau “tetel” sebanyak 7 warna yang artinya anak diharapkan mampu untuk mengatasi segala masalah dan kesulitannya, demikian urutan warnanya merah = berani; putih = suci; jingga = matahari, kekuatan; kuning = terang, jalan lurus; hijau = alam, lingkungan; biru = angkasa, ketenangan; ungu = kesempurnaan, utuh.<br />
<br />
* Lalu anak dituntun menaiki tangga tebu “ireng” atau tebu “arjuna” yang terdiri dari 7 anak tangga kemudian dibopong oleh ayah setinggi-tingginya artinya diharapkan kesuksesan sang anak makin tinggi dan makin naik.<br />
<br />
* Anak setelah itu dimasukan ke dalam kurungan ayam yang berarti anak diharapkan tidak meninggalkan agama - adat budaya - serta tata krama lingkungan ==> dalam kurungan telah diberikan macam2 isian yang akan dipilih oleh anak, karenanya barang2 yang disiapkan bermakna bagus dan baik seperti buku - pensil - emas - kapas - wayang - mainan dokter - mainan elektronik dsb.<br />
<br />
* Kemudian anak dimandikan air bunga, mawar - melati - kanthil - kenanga yang artinya diharapkan sang anak membawa nama baek dan mengharumkan nama keluarga.<br />
<br />
* Kemudian memotong tumpeng dan dibagikan, artinya anak agar mau berbagi dengan sesama, tumpeng terdiri dari nasi = dekat kepada sang pencipta; ayam = kemandirian; kacang panjang = umur panjang; kangkung = berkembang; kecambah = subur; kluwih = rejeki yang melimpah serta pala pendem = andap asor dan tidak sombong.<br />
<br />
* Lalu menyebarkan uang logam recehan dan beras kuning untuk diperebutkan, artinya anak kelak suka menolong dan dermawan, ikhlas suka berbagi mau membantu orang lain.<br />
<br />
* Selain tumpeng, dipersiapkan pula “bubur” atau “jenang merah-putih” yang artinya anak terdiri dari darah-daging dan tulang yang berasal dari kedua orang tua-nya serta jajanan pasar seperti lopis - cenil - ketan ireng - tape ketan - jagung blendung - tiwul - gatot dan semacamnya yang berarti dalam kehidupan pasti akan ada warna-warni serta bermacam kejadian dan peristiwa.<br />
<br />
Sumber :<br />
http://aqiqahcatering.com/tag/acara-tedhak-siten/
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-58918698568487185672013-07-02T21:12:00.001+07:002013-08-13T09:57:55.597+07:00Tentang Rumah Gadang Minangkabau<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRGEZyaYroKcDUC0DgBhODMrSinJticZhjwI8AW3iKy277P9SPqcB4pVfpc8syiO-WoxkOoJvgDv_8iP17eJeDBgAiLgLxcaDXejM2eKU9Yan4OBl10dldIRnTgbUSkVraDLpIRYo_KLw/s640/gadang.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="250" width="433" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRGEZyaYroKcDUC0DgBhODMrSinJticZhjwI8AW3iKy277P9SPqcB4pVfpc8syiO-WoxkOoJvgDv_8iP17eJeDBgAiLgLxcaDXejM2eKU9Yan4OBl10dldIRnTgbUSkVraDLpIRYo_KLw/s640/gadang.jpg" /></a></div>
Di Minangkabau rumah tempat tinggal, dikenal dengan sebutan rumah gadang (besar). Besar bukan hanya dalam pengertian fisik tetapi lebih dari itu, yaitu dalam pengertian fungsi dan peranannya yang berkaitan dengan adatnya. Bila diperhatikan rumah tempat kediaman bagi suatu daerah erat sekali hubungannya dengan faktor alam dan adat atau lingkungan rumah itu didirikan. Daerah yang berawa-rawa, banyak sungai, ada gangguan binatang buas dll kecenderungan rumah didirikan dengan tiang yang tinggi dan besar. Dengan bertiang tinggi dan rumah panggung bisa terhindar dari segala macam bahaya seperti bencana alam dan gangguan lainnya.<br /><span class="fullpost">
<br />
<b>Beberapa hal yang berkaitan dengan rumah gadang ini adalah sbb:</b><br />
<br />
<b>1. Mendirikan Rumah Gadang</b><br />
Rumah gadang didirikan diatas tanah kaum yang bersangkutan. Jika hendak mendirikan, penghulu dari kaum tersebut mengadakan musyawarah terlebih dahulu dengan anak kemenakannya. Setelah dapat kata sepakat dibawa kepada penghulu-penghulu yang ada dalam pesukuannya, seterusnya dibawa pada penghulu-penghulu yang ada di nagarinya.<br />
<br />
Untuk mencari perkayuan ke hutan diserayakan orang kampung dan sanak keluarga. Tempat mengambil kayu pada hutan ulayat nagari. Tukang yang mengerjakan rumah tsb berupa bantuan dari tukang-tukang yang ada dalam nagari atau diupahkan berangsur-angsur. Rumah yang dibangun diperuntukkan pada keluarga perempuan, sedangkan untuk laki-laki dibangun rumah pembujangan dan setelah Islam masuk ada surau. Walaupun rumah itu diperuntukkan bagi perempuan namun yang berkuasa adalah penghulu dan yang bertanggungjawab langsung pada rumah gadang tsb adalah tungganai.<br />
Bila rumah gadang itu sudah usang dan perlu perbaikan maka seluruh anggota kaum mengadakan mufakat.<br />
<br />
Seandainya rumah gadang itu akan dibuka lantaran tidak mungkin untuk diperbaiki, maka harus setahu orang kampung atau senagari dan terutama penghulu-penghulu yang ada di nagari tsb.<br />
<br />
Tidak semua keluarga diperbolehkan mendirikan rumah gadang dan ini harus mempunyai syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat itu antara lain kaum yang akan mendirikan rumah gadang itu merupakan kaum asal di kampung tsb yang mempunyai status adat dalam suku dan nagarinya. Walaupun sebuah kaum itu kaya, tetapi dia adalah keluarga pendatang baru yang tidak mempunyai status adat dalam suku dan nagari tersebut tidak dibenarkan mendirikan rumah gadang.<br />
<br />
Walaupun demikian kemufakatan dari penghulu-penghulu yang ada pada suku dan nagari sangat menentukan apakah sebuah kaum itu dibenarkan mendirikan rumah gadang atau tidak.<br />
<br />
Dilihat dari cara membangun, memperbaiki dan membuka rumah gadang adanya unsur kebersamaan dan kegotongroyongan sesama anggota masyarakat tanpa mengharapkan balas jasa. Fungsi sosial sangat diutamakan dari fungsi ekonominya. Walaupun rumah gadang itu milik dan didiami oleh anggota kaum namun pada prinsipnya rumah gadang itu adalah milik nagari karena mendirikan sebuah rumah gadang didasarkan atas ketentuan-ketentuan adat yang berlaku di nagari itu dan setahu penghulu-penghulu untuk mendirikannya atau membukanya.<br />
<br />
<b>2. Fungsi Rumah Gadang</b><br />
Rumah gadang berfungsi sebagai tempat tinggal dan sebagai inggiran adat. Ukuran ruang tergantung daripada banyaknya penghuni dirumah itu. Namun jumlah ruangnya biasanya ganjil spt lima ruang, sembilan ruang dan malahan ada yang lebih. Sebagai tempat tinggal rumah gadang mempunyai bilik-bilik sebelah barisan belakang yang didiami oleh anak-anak wanita yang sudah berkeluarga, ibu-ibu, nenek-nenek dan anak-anak.<br />
<br />
Yang penting lagi fungsi rumah gadang adalah sebagai inggiran adat, mengerjakan suruhan, menempatkan adat atau tempat melaksanakan seremonial adat seperti kematian, kelahiran, perkimpoian, mendirikan kebesaran adat, tempat mufakat, sepanjang adat dll.<br />
<br />
Perbandingan ruang tempat tidur dengan ruangan umum adalah 1/3 untuk ruangan tidur dan 2/3 untuk kepentingan umum.
Perbandingan ini memberi makna bahwa kepentingan umum lebih diutamakan dari kepentingan pribadi.<br />
<br />
<b>3. Pola Rumah Gadang</b><br />
Rumah gadang Minangkabau berbentuk kapal yaitu kecil kebawah dan besar ke atas. Bentuk atapnya punya bubungan yang lengkung ke atas yaitu lebih kurang setengah lingkaran. Denah dasar berbentuk empat persegi panjang dan lantai berada diatas tiang-tiang. Tangga tempat masuk berada ditengah-tengah dan merupakan serambi muka. Ada juga yang membuat sebuah ujung, ditempat mana biasanya terdapat dapur.<br />
<br />
Rumah adat Minangkabau tidak mempunyai ukuran yang pasti dengan memakai meter. Panjang dan lebar rumah ditentukan dengan labuh (jalur) dan yang biasa dijadikan ukuran adalah hasta atau depa. Lebar ruang atau labuh (jarak antara tiang menurut lebar dan panjang) bervariasi antara 2 1/2 m sampai 4 m. Panjang rumah sekurang-kurangnya 3 ruang dan bahkan ada yang sampai 21 ruang, yang normal 3,7,9 ruang. Sedangkan lebarnya sekuang-kurangnya 3 jalur dan sebanyak-banyaknya 4 jalur. Ukuran tidak dimakan siku, tetapi disebut ukuran alur dan patut. Condong mato ka nan rancak, condong salero ka nan lamak.<br />
<br />
Jalur atau labuh memanjang rumah. jalur pertama dari muka disebut bandua tapi, jalur kedua disebut labuah gajah. Jalur ketiga disebut labuah tangah, sedangkan jalur keempat disebut Biliak. Ruangan terletak pada potongan rumah menurut lebar rumah. Satu ruang ditengah dinamakan "Gajah maharam (gajah mengeram). Dua ruang dikri disebut sarambi papek dan dua ruang ke kanan disebut raja berbanding.<br />
pada ujung kiri dan kanan ada anjungan dan terdiri dari tiga tingkat banyaknya sekurang-kurangnya dua tingkat. Anjung merupakan tangga yang terletak pada tengah bagian lebar rumah.<br />
<br />
<b>4. Tonggak</b><br />
Tonggak dari bahan kayu bersegi delapan dan panjang tiang tidak sama, tiang-tiang berbaris/berjajar. Banjar muka dan banjar belakang rendah. Banjar barisan nomor dua dari muka dan belakang lebih tinggi dan banjar/barisan di tengah yang paling tinggi.<br />
<br />
<b>5. Rasuk</b><br />
Antara tiang dengan tiang membujur dan membelintang dihubungkan oleh rasuk pelancar. Rasuk melintang melalui pahatan pada tiang. Rasuk bahannya dari ruyung batang kelapa atau dari kayu hutan yang keras. Pahatan lebih kurang 2m dari dasar atau sendi. Pahatan tiang yang sama tingginya pada setiap tiang adalah untuk pahatan rasuk pelancar. Di atas rasuk melintang berada di bawah pahatan rasuk pelancar. Rasuk melintang ditopang dengan ruyung yang sama tebalnya dengan rusuk melintang hingga mengenai tinggi pahatan rasuk pelancar. Diatas singgiran disusun jeriau lantai, hingga lantai menjadi datar.<br />
<br />
<b>6. Sandi</b><br />
Setiap kaki tonggak berdiri diatas sebuah batu yang disebut dengan sandi. Sandi batu didatangkan kemudian setelah semua tiang dihubungkan oleh rasuk dan paran-paran. Paran, ialah sebuah kayu atau ruyung panjang dari pohon kelapa yang menghubungkan setiap tiang pada ujung atas. Sama dengan rasuk. Ada yang disebut paran panjang dan paran melintang. Punco-punco tiang yang dihubungkan oleh paran panjang tidak pula sama tingginya hingga terlihat lengkungnya atau disebut paran ular mangulai (mengulai). Lengkung paran inilah yang akan membentuk gonjong (pucuk atap).<br />
<br />
<b>7. Lantai</b><br />
Rumah gadang dilantai dengan papan. Lantai papan dipasang diatas jeriau dan adakalanya lantai dibuat dari pelupuh (bambu yang dipecah). Untuk lantai rumah gadang ini ungkapan adatnya mengatakan "lantai banamo hamparan adat, tampek si janang main pantan, tampek penghulu main undang. Lantai rumah gadang ada dua jenis bila dilihat dari bentuknya.<br />
<br />
Perbedaan dari jenis lantai ini sebagai membedakan rumah gadang Bodi Caniago dengan rumah gadang Koto Piliang. Lantai datar untuk semua bidang merupakan jenis Bodi Caniago. Semua penghulu yang duduk sama martabatnya, dengan kata-kata adatnya duduak samo randah, tagak samo tinggi. Sedangkan pada adat Koto Piliang lantainya bertingkat atau beragam, lantainya setingkat lebih tinggi dari lantai bandul gajah dan bendul tepi. Penghulu-penghulu yang duduk dari Kelarasan Koto Piliang di rumah gadang sesuai dengan tingkatannya.<br />
<br />
<b>8. Anjung</b><br />
Anjung adalah ruangan yang lantainya bertingkat dua atau tiga pada ujung pangkal rumah, yaitu ruangan yang menyambung dan disebut raja berbanding dan serambi papek (pepat). Anjung adalah tempat mulia dan terhormat.<br />
<br />
<b>9. Atap</b><br />
Atap rumah gadang dari bahan ijuk, dipasang diatas kap yang diatur terletak diatas paran yang melengkung kira-kira setengah lingkaran dan seperempat dari lingkaran dari paran tinggi ketuturan (kedua belah sisi bidang atap). Kap dibuat berpucuk (gonjong) dan sekurangnya empat buah yang membagi panjang rumah. Dua gonjong ditengah berbentuk setengah lingkaran, yang dua lagi menyusul kiri kanan mengikuti lengkung pertama. Selanjutnya gonjong ruangan ujung-ujung kiri dan kanan mengikuti lengkung sebelumnya hingga gonjong menjadi enam buah.<br />
<br />
Bila rumah gadang ini mempunyai serambi maka ditambah lagi satu gonjong serambi yang menyatu dengan gonjong tangga. Gonjong serambi dibuat ditengahruang ganjil yang menyatu antara serambi papek dengan raja berbanding atau sejalan dengan ruangan gajah mengeram. Gonjong serambi mengahadap ke pekarangan. Gonjong disebut juga rabuang mambasuik. Pimpinan lentik seperti ular gerang. Pimpiran adalah bahagian pinggiran atap yang ditebalkan pasangan ijuknya dan diukir atau diikat dengan tali ukiran berwarna perak. Pimpiran membujur metik mulai dari tuturan yang seklaigus menjadi tulang untuk menopang gonjong. Tuturan adalah pinggiran atap yang terendah dan tempat air hujan menyatu jatuh ke tanah.<br />
<br />
Untuk naik rumah gadang ada tangga; jumlah anak tangga mempunyai bilangan ganjil dan biasanya 5,7 dan 9. Kata-kata adatnya mengatakan 'turun dari tanggo, naiak dari janjang. Maksudnya dalam membicarakan sesuaru persoalan yang erat hubungannya dengan adat hendaklah melalui tingkatan-tingkatan yang sudah diatur sedemikian rupa. Sebagai contoh untuk mengangkat seorang penghulu bicarakanlah terlebih dahulu pada tingkat kaum, setelah itu baru dibawa ketingkat suku dst ke tingkat nagari. Sebaliknya bertangga turun bila ada sesuatu yang akan disampaikan oleh hasil Kerapatan Adat Nagari maka penyampaiannya kepada anak keponakan tidak secara langsung tetapi melalui penghulu-penghulu suku, tungganai, mamak rumah dst.<br />
<br />
Sumber :<br />
http://www.allaboutminangkabau.com/2013/02/rumah-gadang.html
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-63431924803989685052013-06-30T21:57:00.000+07:002013-07-02T21:22:34.739+07:00Indahnya Gaya Pengantin Adat Lampung<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEip4fn8GjKXKKiZcQtuC2HTMivE92GLwd9800ZS4NNthD599mJZaga181yQz4L0YNus3YhKYfFMZNnmPM1nalgKo72RtQIFAgl0bkbU7frD4GS0qln7BF1y96z_MhKz4nrH99jBvJ9BCR8/s320/lampung.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="310" width="210" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEip4fn8GjKXKKiZcQtuC2HTMivE92GLwd9800ZS4NNthD599mJZaga181yQz4L0YNus3YhKYfFMZNnmPM1nalgKo72RtQIFAgl0bkbU7frD4GS0qln7BF1y96z_MhKz4nrH99jBvJ9BCR8/s320/lampung.jpg" /></a></div><b>Rangkaian Upacara Pernikahan</b><br />
<br />
<b>SEBELUM PERNIKAHAN</b><br />
<b>a. Nindai/Nyubuk</b><br />
Merupakan proses awal, dimana orangtua calon mempelai pria menilai apakah si gadis berkenan di hati atau tidak. Salah satu upacara adat yang diadakan pada saat Begawi (Cakak Pepadun) adalah Cangget Pilangan, dimana bujang gadis hadir dengan mengenakan pakaian adat, di sinilah utusan keluarga calon pengantin pria nyubuk atau nindai gadis dibalai adat.<br />
<br />
<b>b. Nunang (ngelamar)</b><br />
Pada hari yang di tentukan calon pengantin pria datang melamar dengan membawa bawaan berupa makanan, kue-kue, dodol, alat merokok, alat-alat nyireh ugay cambai (sirih pinang), yang jumlahnya disesuaikan dengan tahta atau kedudukan calon pengantin pria. Lalu dikemukakanlah maksud dan tujuan kedatangan yaitu untuk meminang si gadis.<br /><span class="fullpost">
<br />
<b>c. Nyirok (ngikat)</b><br />
Bisa digabungkan pada saat melamar. Ini merupakan peluang bagi calon pengantin pria untuk memberi tanda pengikat dan hadiah bagi si gadis berupa mas berlian, kain jung sarat dan sebagainya. Tata cara nyirok: Orang tua calon pngantin pria mengikat pinggang si gadis dengan benang lutan (benang dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu) sepanjang 1 meter dengan niat semoga menjadi jodoh, dijauhi dari halangan.<br />
<br />
<b>d. Berunding (Menjeu)</b><br />
Utusan pengantin pria datang ke rumah calon mempelai wanita (manjau) dengan membawa dudul cumbi untuk membicarakan uang jujur, mas kawin, adat macam apa yang akan dilaksanakan, serta menentukan tempat acara akad nikah.<br />
<br />
<b>e. Sesimburan (dimandikan)</b><br />
Sesimburan dilaksanakan di kali atau sumur dengan arak-arakan. Calon pengantin wanita dipayunngi dengan payung gober, diiringi tetabuhan (gender, gujih dll), talo lunik. Lalu bersama gadis-gadis dan ibu-ibu mandi bersama dan saling simbur, sebagai tanda permainan berakhir dan sebagai tolak bala karena akan melaksanakan akad nikah.<br />
<br />
<b>f. Betanges (mandi uap)</b><br />
Rempah-rempah wewangian (pepun) direbus sampai mendidih dan diletakan dibawah kursi. Calon pengantin wanita duduk di atas kursi tersebut dan dilingkari tikar pandan (dikurung), bagian atas tikar ditutup dengan tampah atau kain, sehingga uap menyebar keseluruh tubuh, agar tubuh mengeluarkan aroma harum, dan agar calon pengantin tidak terlalu banyak berkeringat. Betanges memakan waktu kira-kira 15-25 menit.<br />
<br />
<b>g. Berparas (meucukur)</b><br />
Setelah betanges dilanjutkan dengan berparas, untuk menghilangkan bulu-bulu halus dan membentuk alis agar tampak menarik dan mudah membentuk cintok pada dahi dan pelipis, dan pada malam hari dilanjutkan memasang pacar pada kuku calon mempelai wanita.<br />
<br />
<b>PADA HARI PERNIKAHAN</b><br />
<br />
<b>a. Upacara Adat</b><br />
Beberapa jenis upacara adat dan tata laksana ibal serbo sesuai perundingan akan dilaksanakan dengan cara tertentu. Di tempat keluarga gadis dilaksanakan 3 acara pokok dalam 2 malam, yaitu Maro Nanggep, Cangget pilangan dan Temu di pecah aji.<br />
<br />
<b>b. Upacara akad nikah atau ijab kabul</b><br />
Menurut tradisi Lampung, biasanya pernikahan dilaksanakan di rumah calon mempelai pria, namun dengan perkembangan zaman dan kesepakatan, maka akad nikah sudah sering diadakan di rumah calon mempelai wanita.<br />
<br />
Rombongan calon mempelai pria diatur sebagai berikut :<br />
* Barisan paling depan adalah perwatin adat dan pembarep (juru bicara)<br />
* Rombongan calon mempelai pria diterima oleh rombongan calon mempelai wanita dengan barisan paling depan pembarep pihak calon mempelai wanita.<br />
* Rombongan calon pengantin pria dan calon pengantin wanita disekat atau dihalangi dengan Appeng (rintangan kain sabage/cindai yang harus dilalui).<br />
<br />
Setelah tercapai kesepakatan, maka juru bicara pihak calon pengantin pria menebas atau memotong Appeng dengan alat terapang. Baru rombongan calon pengantin pria dipersilahkan masuk dengan membawa seserahan berupa : dodol, urai cambai (sirih pinang), juadah balak (lapis legit), kue kering, dan uang adat. Kemudian calon pengantin pria dibawa ke tempat pelaksanaan akad nikah, didudukan di kasur usut. Selesai akad nikah, selain sungkem (sujud netang sabuk) kepada orangtua, kedua mempelai juga melakukan sembah sujud kepada para tetua yang hadir.<br />
<br />
<b>SESUDAH PERNIKAHAN</b><br />
<br />
<b>a. Upacara Ngurukken Majeu/Ngekuruk</b><br />
Mempelai wanita dibawa ke rumah mempelai pria dengan menaiki rato, sejenis kereta roda empat dan jepanon atau tandu. Pengantin pria memegang tombak bersama pengantin wanita dibelakangnya. Bagian ujung mata tombak dipegang pengantin pria, digantungi kelapa tumbuh dan kendi berkepala dua, dan ujung tombak bagian belakang digantungi labayan putih atau tukal dipegang oleh pengantin wanita, yang disebut seluluyan. Kelapa tumbuh bermakna panjang umur dan beranak pinak, kendi bermakna keduanya hendaknya dingin hati dan setia dunia sampai akhirat, dan lebayan atau benang setungkal bermakna membangun rumah tangga yang sakinah dan mawadah. pengantin berjalan perlahan diiringi musik tradisional talo balak, dengan tema sanak mewang diejan.<br />
<br />
<b>b. Tabuhan Talo Balak</b><br />
Sesampai di rumah pengantin pria, mereka disambut tabuhan talo balak irama girang-girang dan tembakan meriam, serta orangtua dan keluarga dekat mempelai pria, sementara itu, seorang ibu akan menaburkan beras kunyit campur uang logam.<br />
Berikutnya pengantin wanita mencelupkan kedua kaki kedalam pasu, yakni wadah dari tanah liat beralas talam kuningan, berisi air dan anak pisang batu, kembang titew, daun sosor bebek dan kembang tujuh rupa, pelambang keselamapan, dingin hati dan berhasil dalam rumah tangga. Lalu dibimbing oleh mertua perempuan, pengantin wanita bersama pengantin pria naik ke rumah, didudukan diatas kasur usut yang digelar didepan appai pareppu atau kebik temen, yaitu kamat tidur utama. Kedua mempelai duduk bersila dengan posisi lutut kiri mempelai pria menindih lutut mempelai wanita. Maknanya agar kelak mempelai wanita patuh pada suaminya. Selanjutnya siger mempelai wanita diganti dengan kanduk tiling atau manduaro (selendang dililit di kepala),dan dimulailah serangkaian prosesi:<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUBuzochCgGqTR_lguPtcv8KwUZwFI9-xH-itnhuz9DL459K12d9QFtMw6V9OuN-F8oGMEPU99PUjrfELWQqb1gYri1FFlmC0CFw71aB7unROTjjKBpkcLjUTzWiBTLFQy0l0DrtIqeSE/s320/wedding+14.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="310" width="210" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUBuzochCgGqTR_lguPtcv8KwUZwFI9-xH-itnhuz9DL459K12d9QFtMw6V9OuN-F8oGMEPU99PUjrfELWQqb1gYri1FFlmC0CFw71aB7unROTjjKBpkcLjUTzWiBTLFQy0l0DrtIqeSE/s320/wedding+14.jpg" /></a></div>
1. ibu mempelai pria menyuapi kedua mempelai, dilanjutkan nenek serta tante.<br />
2. Lalu ibu mempelai wanita menyuapi kedua mempelai, diikuti sesepuh lain.<br />
3. Kedua mempelai makan sirih dan bertukar sepah antara mereka.<br />
4. istri kepala adat memberi gelar kepada kedua mempelai, menekan telunjuk tangan kiri diatas dahi kedua mempelai secara bergantian, sambil berkata : sai(1), wow (2), tigou(3), pak(4), limau(5), nem(6), pitew(7), adekmu untuk mempelai pria Ratu Bangsawan, untuk mempelai wanita adekmu Ratu Rujungan.<br />
5. Netang sabik yaitu mempelai pria membuka rantai yang dipakai mempelai wanita sambil berkata : "Nyak natangken bunga mudik, setitik luh mu temban jadi cahyo begito bagiku", lalu dipasangkan di leher adik perempuannya, dengan maksud agar segera mendapat jodoh.<br />
6. Kedua mempelai menaburkan kacang goreng dan permen gula-gula kepada gadis-gadis yang hadir, agar mereka segera mendapat jodoh.<br />
7. Seluruh anak kecil yang hadir diperintahkan merebut ayam panggang dan lauk pauk lain sisa kedua mempelai, dengan makna agar segera mendapat keturunan <br />
<br />
Sumber :<br />
http://citra-keraton.blogspot.com/2012/06/indahnya-gaya-pengantin-adat-lampung.html
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-31386694250706627362013-06-28T20:58:00.006+07:002013-07-02T21:17:23.288+07:00Tata Rias Busana Pengantin Yogjakarta <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZ0jCFJvAFuANs0BSPIYTTTNW8B2iUxbILDOKoTRv7qHRFsgWWcSGEJ4uD0_AU4yiAg5bQI9MQ0fJNJll68r9TyC3h-OR_ZK8C994XYcurOgo5y_9n0cUNEjKvJTApivS_dnmpAaC2LGo/s320/jogjapaesageng.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="326" width="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZ0jCFJvAFuANs0BSPIYTTTNW8B2iUxbILDOKoTRv7qHRFsgWWcSGEJ4uD0_AU4yiAg5bQI9MQ0fJNJll68r9TyC3h-OR_ZK8C994XYcurOgo5y_9n0cUNEjKvJTApivS_dnmpAaC2LGo/s320/jogjapaesageng.jpg" /></a></div>Tata rias dan busana pengantin khas Jogjakarta tentunya terinspirasi dari corak busana pengantin tradisi Keraton Jogjakarta. Ada beberapa style dari pengantin Jogja, antara lain ada Paes Ageng atau disebut Kebesaran, Paes Ageng Kanigaran, Jogja Putri dan Kesatrian.<br />
<br />
Yang paling terkenal tentunya gaya Jogja Paes Ageng atau Kebesaran. Pengantin Jogja Paes Ageng menggunakan dodot atau kampuh lengkap dengan perhiasan khusus. Paes hitam dengan sisi keemasan pada dahi, rambut sanggul bokor dengan gajah ngolig yang menjuntai indah, serta sumping dan aksesoris unik pada mempelai wanita. Pada pengantin pria, memakai kuluk menghiasi kepala, ukel ngore (buntut rambut menjuntai) dilengkapi sisir dan cundhuk mentul kecil. Bisa dilihat pada gambar di samping bagian atas :<br /><span class="fullpost">
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEim-8cJMMY6txeMR_Rm4X0AfRJjB06fBcBS4zDuvTwwhTZ_yLqPyJ08__wSDrSdgbbctBBwOYvNFMrSk1IuF8r26lvJf_fLdb3AHPCJH3p-Z6qD38kgLNitQ2YHZR9FtZfnN7EADfoqTKE/s320/pasangansolo.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="326" width="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEim-8cJMMY6txeMR_Rm4X0AfRJjB06fBcBS4zDuvTwwhTZ_yLqPyJ08__wSDrSdgbbctBBwOYvNFMrSk1IuF8r26lvJf_fLdb3AHPCJH3p-Z6qD38kgLNitQ2YHZR9FtZfnN7EADfoqTKE/s320/pasangansolo.jpg" /></a></div>Kemudian ada Paes Ageng Jangan Menir. Pengantin pria memakai bahu blenggen dari bahan beludru berhias bordir, pinggang dililit selendang berhias pendhing, dan kuluk kanigara menutup kepala. Paes Ageng Jangan Menir tidak memakai kain kampuh maupun dodot. Kalau Paes Ageng Jangan Menir tidak memakai dodot kampuh, Paes Ageng Kanigaran justru menggunakan dodot kampuh yang melapisi cinde warna merah keemasan pada busana pengantin corak Kanigaran. Kebaya bludru berhias benang keemasan menyatu dengan dodot kampuh, cinde dan detil riasan serta perhiasan.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSeHsocCWdccN-hjziqwdq1Ph0c_BKSjklWyx9uTfWZ6hlmyyNoSKygY15T7khThalQh5LXjmRBvUzlC1hMPjN3q45m9puc7KQqpJt09EZ8rGD0aaZWO_Cb5gwNkElc3BodfUNbya7cOQ/s320/jogjajanganmanir.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="326" width="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSeHsocCWdccN-hjziqwdq1Ph0c_BKSjklWyx9uTfWZ6hlmyyNoSKygY15T7khThalQh5LXjmRBvUzlC1hMPjN3q45m9puc7KQqpJt09EZ8rGD0aaZWO_Cb5gwNkElc3BodfUNbya7cOQ/s320/jogjajanganmanir.jpg" /></a></div>Untuk Jogja Putri, tata riasnya agak berbeda dengan Paes Ageng. Pengantin Jogja Putri menggunakan sanggul tekuk berhias sebuah mentul besar menghadap belakang dan pelat gunungan bagi mempelai wanita. Busana tradisionalnya menggunakan kebaya beludru panjang berhias sebuah bordir keemasan dan kain batik prada. Namun dengan banyaknya sentuhan modern, muncullah gaya Kesatrian Modifikasi yang terinspirasi dari tata rias Jogja Putri. Yang membedakan adalah busana yang digunakan adalah kebaya bahan lace berpadu kain prada, bersanggul gelung tekuk berhias cundhuk mentul (kembang goyang) serta untaian melati menjuntai di dada . Mempelai pria berbusana beskap putih dipadu bawahan kain batik prada serta blangkon penutup kepala.<br />
<br />
Selain Kesatrian Modifikasi ada juga yang namanya gaya pengantin Jogja Kontemporer. Tata rias Paes Ageng berpadu dengan busana modifikasi kebaya panjang lace putih dilengkapi dengan kain batik prada Jogjakarta.<br />
<br />
Sumber :<br />
http://citra-keraton.blogspot.com/2011/09/perbedaan-tata-rias-busana-pengantin.html
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-64749121274455803612013-06-22T09:59:00.002+07:002013-06-22T10:02:20.706+07:00Rumah Honai Rumah Adat Papua<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEia2dE580OuI6qKKDMW2WCzOYbsa0gLrrhw52qfSt4qsyNGDhc3jjwP8uYlnbwX_KPhIzPErYXFHYBxTsbdJWSgKH6ZX_WVYWeVgO6K7LqWQZ52Q4T_QHbhIBqJH_UMNfm5ZLQuXL1oad0/s1600/rumah-honai.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="330" width="433" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEia2dE580OuI6qKKDMW2WCzOYbsa0gLrrhw52qfSt4qsyNGDhc3jjwP8uYlnbwX_KPhIzPErYXFHYBxTsbdJWSgKH6ZX_WVYWeVgO6K7LqWQZ52Q4T_QHbhIBqJH_UMNfm5ZLQuXL1oad0/s1600/rumah-honai.jpg" /></a></div>
Sebutan rumah adat / rumah tradisional asli suku-suku yang ada di provinsi Papua adalah Rumah Honai.
Rumah Hanoi dapat banyak kita temui di lembah dan pegunungan dibagian tengah pada pulau Papua, disana terdapat suku Dani tinggal di bagian lembah Baliem atau Wamena, suku Lani, Yali di pegunungan Toli dan suku-suku asli Papua lainnya.<br /><span class="fullpost">
<br />
Daerah pegunungan dan lembah disana mempunyai hawa yang cukup dingin pada umumnya terletak diketinggian 2500 meter dari permukaan laut. Maka dari itu bentuk rumah Honai yang bulat dirancang untuk bisa meredam hawa dingin ataupun tiupan angin yang kencang.Rumah Honai memiliki bentuk atap bulat kerucut terbuat dari jerami atau ilalang, bentuk atap ini berfungsi untuk melindungi seluruh permukaan dinding agar tidak terkena air hujan dan dapat meredam hawa dingin untuk tidak masuk kedalam rumah. Dinding rumah terbuat dari kayu dengan satu pintu pendek tanpa jendela.<br />
<br />
Rumah Hanoi terdiri dari 2 lantai yaitu lantai pertama sebagai tempat tidur dan lantai kedua untuk tempat bersantai, makan, dan aktivitas keluarga lainnya. Rumah Honai memiliki tinggi kurang lebih 2,5 meter. Dimalam hari menggunakan penerangan kayu bakar. Di dalam rumah Honai tepat dibagian tengah pada lantai terdapat galian tanah yang berfungsi sebagai tungku selain sebagai penerangan, bara api juga bermanfaat untuk menghangatkan tubuh. Jika tidur mereka tidak menggunakan dipan atau kasur, mereka beralas rerumputan kering yang dibawa dari kebun atau ladang. Rumah Honai terbagi dalam tiga tipe, yaitu untuk kaum laki-laki (disebut Honai), wanita (disebut Ebei), dan kandang babi (disebut Wamai).<br />
<br />
Fungsi Rumah Honai selain sebagai tempat tinggal juga mempunyai fungsi lainnya seperti:<br />
1. Tempat penyimpanan alat-alat perang dan berburu<br />
2. Tempat mengembleng anak lelaki agar bisa menjadi orang yang kuat waktu dewasanya nanti dan berguna bagi sukunya.<br />
3. Tempat untuk menyusun strategi perang, jika terjadi peperangan.<br />
4. Tempat menyimpan alat-alat atau simbol dari adat suku yang sudah ditekuni sejak dulu<br />
<br />
Filosofi bangunan Honai, melingkar atau bulat mempunyai artian :<br />
1. Menjaga kesatuan dan persatuan yang paling tinggi sesama suku serta mempertahankan budaya yang telah diwariskan oleh para leluhur untuk selamanya.<br />
2. Dengan tinggal dalam satu honai maka kita sehati, sepikir dan satu tujuan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan<br />
3. Honai merupakan symbol dari kepribadian dan merupakan martabat dan harga diri dari orang suku yang harus dijaga oleh keturunan atau anak cucu mereka di kemudian hari.<br />
<br />
Sumber :<br />
http://rumahadat.blog.com/2012/05/27/rumah-adat-papua/
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-25204036226127533642013-06-14T11:51:00.002+07:002013-06-14T11:53:59.890+07:00Rumah Adat Lampung <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCzVHdPvMYLoKifuw2q33bPDu6g3BxBB-miVvppNaPusLAC5QGPPQX3SSqDcAw0DbXQP1NXDZsAfDsP6Sl0zufm9Lcq9XbM4L5N5v5RKMuO0YzagcBkYYrBDw3G_pf9XFdsZquJPU5avw/s1600/lampung1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCzVHdPvMYLoKifuw2q33bPDu6g3BxBB-miVvppNaPusLAC5QGPPQX3SSqDcAw0DbXQP1NXDZsAfDsP6Sl0zufm9Lcq9XbM4L5N5v5RKMuO0YzagcBkYYrBDw3G_pf9XFdsZquJPU5avw/s640/lampung1.jpg" /></a></div>
Rumah adat pribumi Lampung bernama Sessat. Bentuk bangunan dimaksud berdasarkan keasliannya mempunyai ciri-ciri fisik berbentuk panggung bertiang yang bahan bangunannya sebagian besar terbuat dari kayu. Pada sisi bangunan tertentu ada yang memiliki ornamen yang khas. Umumnya sessat ini berupa rumah besar. Namun dewasa ini, rumah-rumah adat (sessat) di kampung-kampung penduduk asli Lampung sebagian besar dibangun tidak bertiang / depok (berlantai di tanah). Sedangkan fungsinya tetap sama. Secara umum bentuk bangunan tempat tinggal di lingkungan masyarakat pribumi Kabupaten Lampung boleh di bilang cukup beraneka ragam. Keanekaragaman ini sesuai dengan pola serta seni pertukangan yang ada. Kanyataan itu dapat di lihat dari keragaman bentuk rumah (bahasa daerah: rumah = nuwo) yang didirikan oleh warga setempat sebagai tempat tinggal / berdiam, mengembangkan keturunan / berkeluarga dan sebagainya.<br /><span class="fullpost">
<br />
Bervariasinya bentuk serta ukuran rumah merupakan keanekaragaman bangunan yang dimiliki oleh penduduk setempat. Rumah pulalah banyak hal dapat dilakukan. Dari bentuk serta ukuran rumah juga taraf hidup bisa di lihat. Sedangkan ukurannya tidak tentu. Bisa saja tergantung dari luas tanah, kemampuan, kebutuhan dan lain-lain.<br />
<br />
Sebagai tempat menetap, rumah sangat penting artinya. Namun nampaknya walaupun demikian, bentuk-bentuknya juga dari waktu ke waktu turut mengikuti perkembangan. Beberapa model bangunan rumah tempo dulu mempunyai karekteristik, yaitu berbentuk panggung bertiang. Sebagai tempat tinggal, bentuk bangunan rumah masyarakat pribumi Lampung nampaknya memiliki persamaan dengan rumah-rumah di lingkungan penduduk asli lainnya di Provinsi Lampung. Tapi kini, nuwo-nuwo itu banyak sekali mengalami perubahan, mulai dari bentuk bangunan yang banyak berlantai tanah / depok (tak bertiang) hingga ornamen lainnya yang tak lagi bercirikan kultur Lampung. Peradaban telah pula membawa perubahan terhadap seni bangunan rumah dilingkungan pribumi masyarakat Lampung yang semakin majemuk. <br />
<br />
Sumber :<br />
http://nyaklampung.blogspot.com/p/rumah-adat-lampung.html
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-36050808601269267892013-06-08T21:07:00.000+07:002013-06-14T12:00:47.083+07:00Tata Rias Busana Pengantin Solo<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnctiVkfagUUbnFgRpgrpjVHp5R3MPYBgoSXqgB3dryXbpCSFxbjVNHv9F3ox5Nn0bb6aa1WmRBO5BFgU_9rH9JfCwbIGy-TzMmlOxWsvfCEelNNtPMR6xke8LMgPWBS_stzMG_rauPTM/s1600/solo-putri.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:0"><img border="0" height="187" width="280" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnctiVkfagUUbnFgRpgrpjVHp5R3MPYBgoSXqgB3dryXbpCSFxbjVNHv9F3ox5Nn0bb6aa1WmRBO5BFgU_9rH9JfCwbIGy-TzMmlOxWsvfCEelNNtPMR6xke8LMgPWBS_stzMG_rauPTM/s320/solo-putri.jpg" /></a></div>
Tata rias busana adat pengantin Jawa Solo / Surakarta adalah suatu bentuk karya budaya yang penuh makna filosofi tinggi. Tradisi tata rias busana ini terinspirasi dari busana para bangsawan dan raja keraton Kasunanan Surakarta serta Istana Mangkunegaran, Jawa Tengah.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiF13aocl_wimJHFm5iIqrFURGTYEkcLJ0v0C3fAdOnsDImCt-XiY3cu7cPkF_wWBGDZSIfPuDAO4SfMd9yk_w6v-78qAofCwDoYVPCq0AleDLTiFdlKAfPJxDz14k11JhcTw69y8TAykY/s1600/soloputrimodifikasi.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:0"><img border="0" height="290" width="205" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiF13aocl_wimJHFm5iIqrFURGTYEkcLJ0v0C3fAdOnsDImCt-XiY3cu7cPkF_wWBGDZSIfPuDAO4SfMd9yk_w6v-78qAofCwDoYVPCq0AleDLTiFdlKAfPJxDz14k11JhcTw69y8TAykY/s320/soloputrimodifikasi.jpg" /></a></div>
Untuk tata rias busana pengantin Solo Putri, pengantin pria menggunakan baju beskap langenharjan dengan blangkon dan batik wiron bermotif Sidoasih prada. Mempelai wanita menggunakan kebaya panjang klasik dari bahan bludru warna hitam berhias sulaman benang keemasan bermotif bunga manggar dan bagian bawah berbalut kain motif batik Sidoasih prada. Tata rias pengantin wanita Solo Putri laksana putri raja dengan paes hitam pekat menghiasi dahi. Rias rambut dengan ukel besar laksana bokor mengkureh (bokor tengkurep), berhias ronce melati tibo dodo, diperindah perhiasan cundhuk sisir dan cundhuk mentul di bagian atas konde.<br /><span class="fullpost">
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiC0koPZiHF30KCZmB0EcShLDqEOZ8IwCDc4FqmNJrbLphmBrUNi66T1WZDkouGLQzvfe8YUZzG7Ul1gdsNS6KAcDSnoWD59FzBJpZyv9IatR1ORjTkcibqT6KyoZzgV4W9BFnO-pS_hmA/s1600/soloputri.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left; margin-right:1em; margin-bottom:0"><img border="0" height="290" width="210" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiC0koPZiHF30KCZmB0EcShLDqEOZ8IwCDc4FqmNJrbLphmBrUNi66T1WZDkouGLQzvfe8YUZzG7Ul1gdsNS6KAcDSnoWD59FzBJpZyv9IatR1ORjTkcibqT6KyoZzgV4W9BFnO-pS_hmA/s320/soloputri.jpg" /></a></div>
Sentuhan modifikasi pengantin Solo Putri dapat dilihat dari gaya berbusana yang menggunakan kebaya panjang lace. Mulanya hanya kebaya panjang lace warna putih, namun sekarang banyak pengantin Solo Putri menggunakan kebaya lace aneka warna.<br />
<br />
Selain Solo Putri gaya pengantin Solo yang terkenal adalah Solo Basahan. Busana Solo Basahan berupa dodot atau kampuh dengan pola batik warna gelap bermotif alas-alasan (binatang) dan tetumbuhan hutan. Seiring berjalannya waktu, pilihan motif dan corak warna dodot semakin beragam namun pilihan motif batik kain dodot tetap berpegang pada filosofi derajat mulia yang layak dikenakan pasangan pengantin.<br />
<br />
Makna dari busana basahan adalah simbolisasi berserah diri kepada kehendak Tuhan akan perjalanan hidup yang akan datang. Busana basahan mempelai wanita berupa kemben sebagai penutup dada, kain dodot atau kampuh, sampur atau selendang cinde, sekar abrit (merah) dan kain jarik warna senada , serta buntal berupa rangkaian dedaunan pandan dari bunga-bunga bermakna sebagai penolak bala.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaBWB_z4dUdgH7-n58k8u37FwXhsp9VT1SuohlSegw8EqBCycdUpjMxIqFXDqq5NjACq3Vzjj-lNh2YY-p4UL5iEWUgE-R5x9km1M4qhe4kCOo_pnny5PGTqkax5t0W6dVDFO33hcEGmc/s1600/solobasahan.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:0"><img border="0" height="225" width="290" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaBWB_z4dUdgH7-n58k8u37FwXhsp9VT1SuohlSegw8EqBCycdUpjMxIqFXDqq5NjACq3Vzjj-lNh2YY-p4UL5iEWUgE-R5x9km1M4qhe4kCOo_pnny5PGTqkax5t0W6dVDFO33hcEGmc/s320/solobasahan.jpg" /></a></div>
Busana basahan pengantin pria berupa kampuh atau dodot yang bermotif sama dnegan mempelai wanita, kuluk (pilihan warnanya kini semakin beragam, tidak hanya biru sebagaimana tradisi Keraton) sebagai penutup kepala, stagen, sabuk timang, epek, celana cinde sekar abrid, keris warangka ladrang, buntal, kolong keris, selop dan perhiasan kalung ulur.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzAia6gSNnb4BLVwaw2fCmP_kf1FlgtnILqvRCkQzDaVaTyMHF5uizCLWibSSAmJOimJrmcRSXAizYzG8S8T0eE3vk7JLkbxlGSgE-t4q8V2VqvhXR7cVJXYsGKSilG34O_XIO1_TraLQ/s1600/solobasahankeprabon.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:0"><img border="0" height="290" width="220" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzAia6gSNnb4BLVwaw2fCmP_kf1FlgtnILqvRCkQzDaVaTyMHF5uizCLWibSSAmJOimJrmcRSXAizYzG8S8T0eE3vk7JLkbxlGSgE-t4q8V2VqvhXR7cVJXYsGKSilG34O_XIO1_TraLQ/s320/solobasahankeprabon.jpg" /></a></div>
Busana Sikepan Ageng / Busana Solo Basahan Keprabon adalah salah satu gaya busana basahan yang diwarnai dari tradisi para bangsawan dan raja Jawa yang hingga kini tetap banyak diminati. Mempelai pria mengenakan kain dodotan dilengkapi dengan baju Takwa yakni semacam baju beskap yang dulu hanya boleh dipergunakan oleh Ingkang Sinuhun saja. Untuk mempelai wanita memakai kain kampuh atau dodot dilengkapi dengan bolero potongan pendek berlengan panjang dari bahan beludru sebagai penutup pundak dan dada.<br />
<br />
Sumber :<br />
http://citra-keraton.blogspot.com/2011/09/perbedaan-tata-rias-busana-pengantin.html
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-2505545347396436162013-06-06T09:16:00.000+07:002013-06-14T12:05:38.320+07:00Adat Pernikahan Yogyakarta (Bag II)<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLDDB7QGsK7RkavNy19KOswiuQwr76FVOZgky8XY0-8OnT4c43QrjAD9LTceDsvZtTuY-cQmtILpyHaR9gT0Lo9v-nr7QzzJGKJryBg41eS1eScnaJZgbykpCGdahpogknCAhVbEIbpxI/s1600/adat+pernikahan+jogja.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:0"><img border="0" height="240" width="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLDDB7QGsK7RkavNy19KOswiuQwr76FVOZgky8XY0-8OnT4c43QrjAD9LTceDsvZtTuY-cQmtILpyHaR9gT0Lo9v-nr7QzzJGKJryBg41eS1eScnaJZgbykpCGdahpogknCAhVbEIbpxI/s320/adat+pernikahan+jogja.jpg" /></a></div>
Setelah selesai menjalani prosesi mulai dari nontoni sampai Tarub (Adat Pernikahan Yogyakarta bag I), prosesi selanjutnya dalam adat pernikahan Yogyakarta adalah:<br />
<br />
<b>Nyantri</b><br />
Upacara nyantri adalah menitipkan pengantin pria kepada keluarga pengantin puteri 1-2 hari sebelum pernikahan. Calon pengantin akan ditempatkan di rumah saudara atau tetangga dekat.<br />
<br />
Upacara nyantri ini bertujuan untuk melancarkan jalannya upacara pernikahan sehingga saat upacara pernikahan dilangsungkan maka calon pengantin pria sudah siap di tempat sehingga tidak merepotkan pihak keluarga pengantin puteri.<br />
<br />
<b>Siraman</b><br />
Siraman berasal dari kata dasar siram dalam bahasa Jawa berarti mandi. Siraman adalah memandikan calon pengantin yang mengandung arti membersihkan diri agar menjadi suci dan murni. Sedangkan bahan-bahan untuk upacara siraman adalah sebagai berikut : <br /><span class="fullpost">
* Kembang setaman secukupnya<br />
* Lima macam konyoh panca warna (penggosok badan yang terbuat dari beras kencur yang dikasih pewarna)<br />
* Dua butir kelapa hijau yang tua yang masih ada sabutnya.<br />
* Kendi atau klenting<br />
* Tikar ukuran ½ meter persegi<br />
* Mori putih ½ meter persegi<br />
* Daun-daun : kluwih, koro, awar-awar, turi, dadap srep, alang-alang<br />
* Dlingo bengle<br />
* Lima macam bangun tulak (kain putih yang ditepinya diwarnai biru)<br />
* Satu macam yuyu sekandang (kain lurik tenun berwarna coklat ada garis-garis benang kuning)<br />
* Satu macam pulo watu (kain lurik berwarna putih lorek hitam), 1 helai letrek (kain kuning), 1 helai jinggo (kain merah).<br />
* Sampo dari londo merang (air dari merang yang dibakar di dalam jembangan dari tanah liat kemudian saat merangnya habis terbakar segera apinya disiram air, air ini dinamakan air londo)<br />
* Asem, santan kanil, 2meter persegi mori, 1 helai kain nogosari, 1 helai kain grompol, 1 helai kain semen, 1 helai kain sidomukti atau kain sidoasih<br />
* Sabun dan handuk.<br />
<br />
Saat akan melaksanakan siraman ada petuah-petuah dan nasihat serta doa-doa dan harapan yang di simbulkan dalam:<br />
* Tumpeng robyong<br />
* Tumpeng gundul<br />
* Nasi asrep-asrepan<br />
* Jajan pasar, pisang raja 1 sisir, pisang pulut 1 sisir, 7 macam jenang<br />
* Empluk kecil (wadah dari tanah liat) yang diisi bumbu dapur dan sedikit beras<br />
* 1 butir telor ayam mentah<br />
* Juplak diisi minyak kelapa<br />
* 1 butir kelapa hijau tanpa sabut<br />
* Gula jawa 1 tangkep<br />
* 1 ekor ayam jantan<br />
<br />
Untuk menjaga kesehatan calon pengantin supaya tidak kedinginan maka ditetapkan tujuh orang yang memandikan, tujuh sama dengan pitu ( Jawa ) yang berarti pitulung (Jawa) yang berarti pertolongan. Upacara siraman ini diakhiri oleh juru rias (pemaes) dengan memecah kendi dari tanah liat.<br />
<br />
<b>Midodareni</b><br />
Midodareni berasal dari kata widodari yang berarti bidadari yaitu puteri dari surga yang sangat cantik dan harum baunya. Midodareni biasanya dilaksanakan antara jam 18.00 – 24.00 dan biasa disebut malam midodareni, pada waktu itu pengantin tidak boleh tidur.<br />
<br />
Saat akan melaksanakan midodareni ada petuah-petuah dan nasihat serta doa-doa dan harapan yang di simbulkan dalam:<br />
* Sepasang kembar mayang (dipasang di kamar pengantin)<br />
* Sepasang klemuk (periuk) yang diisi dengan bumbu pawon (dapur), biji-bijian, empon-empon dan dua helai bangun tulak untuk menutup klemuk tadi<br />
* Sepasang kendi yang diisi air suci yang cucuknya ditutup dengan daun dadap srep (tulang daun/tangkai daun), Mayang jambe (buah pinang), daun sirih yang dihias dengan kapur.<br />
* Baki yang berisi potongan daun pandan, parutan kencur, laos, jeruk purut, minyak wangi, baki ini ditaruh dibawah tepat tidur supaya ruangan berbau wangi.<br />
<br />
Adapun dengan selesainya midodareni saat jam 24.00 calon pengantin dan keluarganya bisa makan hidangan yang terdiri dari :<br />
* Nasi gurih<br />
* Sepasang ayam yang dimasak lembaran (ingkung, Jawa)<br />
* Sambel pecel, sambel pencok, lalapan<br />
* Krecek<br />
* Roti tawar, gula jawa<br />
* Kopi pahit dan teh pahit<br />
* Rujak degan<br />
* lampu juplak minyak kelapa untuk penerangan (zaman dulu)<br />
<br />
<b>Langkahan</b><br />
Upacara langkahan ini ada apabila pengantin mendahului kakaknya yang belum menikah.Langkahan sendiri berasal dari kata langkah, dalam bahasa Jawa berarti lompat. Untuk prosesi ini, sebelum akad nikah, calon pengantin harus meminta izin kepada kakak yang dilangkahi.<br />
<br />
<b>Ijab</b><br />
Ijab atau ijab Qabul meruapakan prosesi inti yang menyatukan kedua calon pengantin ke dalam suatu ikatan pernikahan. Ijab Qabul adalah pengesahan pernikahan sesuai agama pasangan pengantin. Dalam upacara ini keluarga pengantin perempuan menyerahkan/menikahkan anaknya kepada pengantin pria dan keluarga pengantin pria menerima pengantin wanita dengan disertai penyerahan maskawin bagi pengantin perempuan. <br />
<br />
Upacara ijab Qabul dipimpin oleh petugas kantor urusan agama sehingga syarat dan rukunnya ijab qobul akan syah menurut syariat agama dan disaksikan oleh pejabat pemerintah atau petugas catatan sipil yang akan mencatat pernikahan mereka di catatan pemerintah.<br />
<br />
<b>Panggih</b><br />
Panggih dalam bahasa Jawa berarti bertemu. Acara ini diadakan setelah upacara akad nikah selesai. Pengantin pria kembali ke tempat penantiannya, sedangkan pengantin puteri kembali ke kamar pengantin. Setelah semuanya siap maka upacara panggih segera dilaksanakan.<br />
<br />
Untuk melengkapi upacara panggih tersebut sesuai dengan busana gaya Yogyakarta dengan iringan gending Jawa:<br />
* Gending Bindri untuk mengiringi kedatangan pengantin pria<br />
* Gending Ladrang Pengantin untuk mengiringi upacara panggih mulai dari balangan ( saling melempar ) sirih, wijik ( pengantin putri mencuci kaki pengantin pria ), pecah telor oleh pemaes.<br />
* Gending Boyong/Gending Puspowarno untuk mengiringi tampa kaya (kacar-kucur), lambang penyerahan nafkah dahar walimah. Setelah dahar walimah selesai, gending itu bunyinya dilemahkan untuk mengiringi datangnya sang besan dan dilanjutkan upacara sungkeman.<br />
<br />
Setelah upacara panggih selesai dapat diiringi dengan gending Sriwidodo atau gending Sriwilujeng. Pada waktu kirab diiringi gending : Gatibrongta, atau Gari padasih.<br />
<br />
Sumber :<br />
http://www.hadisukirno.com/artikel-detail?id=112
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-37456637371645152122013-05-24T09:22:00.000+07:002013-05-24T09:30:23.199+07:00Mengenal Rumah Honai<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyANA-rzdMih3KdbD5kbEaRAwP1fZFfIlhtZ6dSf7R81Svn6EUSuB1Ei7KXjEdYBm2xUKzvra-BTXdZc6ieGYI6BuYzKSMsG3caATBbFb5yXDXF9Z7Il_uLlrew8vCdtGVYzeYVJvDJw0/s1600/wamena4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="270" width="430" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyANA-rzdMih3KdbD5kbEaRAwP1fZFfIlhtZ6dSf7R81Svn6EUSuB1Ei7KXjEdYBm2xUKzvra-BTXdZc6ieGYI6BuYzKSMsG3caATBbFb5yXDXF9Z7Il_uLlrew8vCdtGVYzeYVJvDJw0/s320/wamena4.jpg" /></a></div>
<br />
Honai adalah rumah khas Papua. Rumah Honai terbuat dari kayu dengan atap berbentuk kerucut yang terbuat dari jerami atau ilalang. Honai sengaja dibangun sempit atau kecil dan tidak berjendela yang bertujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua. Honai biasanya dibangun setinggi 2,5 meter dan pada bagian tengah rumah disiapkan tempat untuk membuat api unggun untuk menghangatkan diri. Rumah Honai terbagi dalam tiga tipe, yaitu untuk kaum laki-laki (disebut Honai), wanita (disebut Ebei), dan kandang babi (disebut Wamai).<br /><span class="fullpost">
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAo7SL_YktOG3iY5qyzZ8oUXbyieLWW8fSPrx4QZovJi6lpPKfoH5WHYVURYDmsMuxkHAo7GvtBua9LZ8x-QKSJaSDKWOdbUIvAY54-0Md_LVjBLcC-7ChszJkZmi7qIV4vIelmOI63kk/s1600/honai21.jpg" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="270" width="430" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAo7SL_YktOG3iY5qyzZ8oUXbyieLWW8fSPrx4QZovJi6lpPKfoH5WHYVURYDmsMuxkHAo7GvtBua9LZ8x-QKSJaSDKWOdbUIvAY54-0Md_LVjBLcC-7ChszJkZmi7qIV4vIelmOI63kk/s320/honai21.jpg" /></a></div>
<br />
Rumah Honai biasa ditinggali oleh 5 hingga 10 orang. Rumah Honai dalam satu bangunan digunakan untuk tempat beristirahat (tidur), bangunan lainnya untuk tempat makan bersama, dan bangunan ketiga untuk kandang ternak. Rumah Honai pada umumnya terbagi menjadi dua tingkat. Lantai dasar dan lantai satu dihubungkan dengan tangga dari bambu. Para pria tidur pada lantai dasar secara melingkar, sementara para wanita tidur di lantai satu.<br />
<br />
Sumber :<br />
http://id.wikipedia.org/wiki/Honai
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-12688274892125847712013-04-25T08:08:00.000+07:002013-05-24T09:31:33.439+07:00Tari Jaipong Tari dari Jawa Barat<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuzeF-igOP7z_UtfVUajMrc3U7gCuoRvSYAboYKer_-WZTCqMh16mwd79i2TjdxgHk8jM2I9_ctYOTD4IBB7aYg3eAnzLxSv5yCyh9nasREXUj4fiGX6ypMryvgCkRxGoj8SxXix6yJz8/s1600/jaipong1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="280" width="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuzeF-igOP7z_UtfVUajMrc3U7gCuoRvSYAboYKer_-WZTCqMh16mwd79i2TjdxgHk8jM2I9_ctYOTD4IBB7aYg3eAnzLxSv5yCyh9nasREXUj4fiGX6ypMryvgCkRxGoj8SxXix6yJz8/s320/jaipong1.jpg" /></a></div>
Jaipongan adalah sebuah genre seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan.<br /><span class="fullpost">
<br />
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran.<br />
<br />
Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgf6DpARgYs7ThmgYtV1JZHLcDrFADOcFogkt_To1NPQ1LPjRfwNxlqYIilkZaHOxE7gKMO0eB0oIGNl-Wr7Z135i1kENCN06L_XBm1MiDe0ZM7ocNiv4Ss7Qw7NsxY7wgb3PXjgyZUdRk/s1600/jaipong2.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:0"><img border="0" height="310" width="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgf6DpARgYs7ThmgYtV1JZHLcDrFADOcFogkt_To1NPQ1LPjRfwNxlqYIilkZaHOxE7gKMO0eB0oIGNl-Wr7Z135i1kENCN06L_XBm1MiDe0ZM7ocNiv4Ss7Qw7NsxY7wgb3PXjgyZUdRk/s320/jaipong2.jpg" /></a></div>
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.<br />
<br />
Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.<br />
<br />
<iframe width="460" height="230" src="http://www.youtube.com/embed/I82E1eUV4zs?feature=player_embedded" frameborder="0" allowfullscreen></iframe>
<br /><br />
Sumber :<br />
http://id.wikipedia.org/wiki/Jaipongan
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-25368860660401784562013-04-18T19:21:00.000+07:002013-04-18T19:26:22.080+07:00Rumah Bolon, Rumah Adat Batak Yang Tak Tergantikan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheviodwr03HhIpCfgOD_zRGldpaGmiaeFbtFK24dAY_KeQshflBNsIIAYuu0QRMUxsu4-jWcOVJg6nuj5_51qD5RvXrtIRv4HA4_knjz1eZ6Pi3VhMf8PJ5lyd3Z0nTpvcGl9Lv1uKyIg/s1600/rumahbolon-wol-DwiyansyahPu.jpg" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="330" width="430" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheviodwr03HhIpCfgOD_zRGldpaGmiaeFbtFK24dAY_KeQshflBNsIIAYuu0QRMUxsu4-jWcOVJg6nuj5_51qD5RvXrtIRv4HA4_knjz1eZ6Pi3VhMf8PJ5lyd3Z0nTpvcGl9Lv1uKyIg/s320/rumahbolon-wol-DwiyansyahPu.jpg" /></a></div>
<br />
Rumah Bolon adalah rumah tradisi adat batak. Rumah bolon ini disebut juga rumah besar. Dahulu, rumah Bolon terlihat seperti bangunan istana dan sekelilingnya terdapat kuburan keluarga kerajaan Purba. Rumah Bolon dahulu ditinggali oleh keluarga Raja Purba beserta keturunannya pada abad XV.<br />
<br />
Ada 13 kerajaan yang bergantian menempati rumah Bolon, yaitu Tuan Ranjinman, Tuan Nagaraja, Tuan Batiran, Tuan Bakkaraja, Tuan Baringin, Tuan Bonabatu, Tuan Rajaulan, Tuan Atian, Tuan Hormabulan, Tuan Raondop, Tuan Rahalim, Tuan Karel Tanjung, dan Tuan Mogang.<br /><span class="fullpost">
<br />
Perancang rumah Bolon ini ialah arsitektur kuno Simalungun. Pembangunan pertama rumah Bolon ini menggunakan bahan kayu, bambu, ijuk, dan tali. Sebagian besar rumah bolon ini terbuat dari kayu baik dari tiang kerangka rumah dan pintu namun terkecuali bagian atapnya. Namun rumah Bolon ini tidak menggunakan paku, tetapi diikat kuat dengan tali. Tinggi rumah Bolon sekitar dua meter dibantu dengan anak tangga yang jumlahnya ganjil untuk memasuki rumah ini.<br />
<br />
Pada bagian depan rumah Bolon, tepatnya di atas pintu terdapat gorga (lukisan yang biasanya berwarna merah, hitam, dan putih) dan biasanya terdapat lukisan hewan seperti cicak, ular ataupun kerbau.<br />
<br />
Dua hewan yang menjadi dekorasi rumah Bolon memiliki makna yang dalam. Pada gorga yang dilukis gambar hewan cicak bermakna orang batak mampu bertahan hidup dimanapun, walaupun dia merantau ke tempat yang jauh sekalipun, karena orang batak memiliki rasa persaudaraan yang sangat kuat dan tidak terputus antara sesama sukunya.<br />
<br />
Sedangkan gambar kerbau bermakna sebagai ucapan terima kasih atas bantuan kerbau telah membantu manusia dalam pekerjaan ladang masyarakat.<br />
<br />
Pintu pun dibuat sangat kecil, kurang dari satu meter dan jumlahnya ada dua buah. Hal ini memiliki makna, yaitu sibaba ni aporit (menghormati yang memiliki rumah), karena orang yang ingin masuk k edalam rumah ini, harus menunduk.<br />
<br />
Keindahan rumah Bolon masih terus berlanjut. Atap yang menjadi pelindung rumah memiliki ciri khas yang unik. Dua ujung lancip di depan dan di belakang. Namun ujung pada bagian belakang lebih panjang, agar keturunan dari yang memiliki rumah lebih sukses nantinya. Pada bagian bawah rumah, merupakan tempat yang digunakan oleh si pemilik rumah untuk memelihara hewan ternaknya. Dahulu, yang sering dipelihara adalah kerbau.<br />
<br />
Budaya rumah Bolon ini sampai sekarang tidak ditinggalkan oleh masyarakatnya. Terlihat hingga sekarang, bangunan-bangunan baru yang berdiri masih menggunakan konsep rumah Bolon.<br />
<br />
”Rumah bolon ini tidak boleh dijual,” tegas Simarmata, pemilik rumah Bolon.<br />
<br />
Ngatimin (59), yang mendalami budaya Batak mengatakan, masyarakat yang tinggal di Parapat dan sekitarnya masih menggunakan dan menjaga keaslian rumah Bolon. <br />
<br />
Sumber :<br />
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=151545:rumah-bolon-rumah-adat-tak-tergantikan&catid=66:pariwisata&Itemid=50
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-26129355859505874102013-04-10T11:30:00.003+07:002013-04-18T19:28:53.762+07:00Sistem Perkawinan Menurut Adat Manggarai<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyotvVm6SX4HrpzYy2diZTNKwCYRJJCTo5oWIkCfwRdVmgU6YwJjwwHr21xbpadscgSKc-QPAE3lrnsdc5Tu1ijNsukRTeOWsxwOqB9TOyPT1nitCDxRIoXAEv_t4mbbK4KyE1RVbu-Rw/s1600/0652329620X310.JPG" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="200" width="430" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyotvVm6SX4HrpzYy2diZTNKwCYRJJCTo5oWIkCfwRdVmgU6YwJjwwHr21xbpadscgSKc-QPAE3lrnsdc5Tu1ijNsukRTeOWsxwOqB9TOyPT1nitCDxRIoXAEv_t4mbbK4KyE1RVbu-Rw/s320/0652329620X310.JPG" /></a></div>
<b>a. Cangkang</b><br />
Perkawinan di luar suku atau perkawinan antar suku. Dalam bahasa adanya dikatakan laki pe’ang atau wai pe’ang (anak wanita yang kawin di luar suku). Orang yang laki pe’ang atau wai pe’ang membuka jalur hubungan baru dengan suku-suku lain. Dengan itu keluarga besar lebih lebar jangkauan hubungan woe nelu-nya. Dari praktek orang tua tempo dulu, orang yang laki pe’ang bukan sembarang orang. Biasanya dari kalangan keluarga yang mampu membayar belis atau paca. Karena paca itu sendiri bukan cuma soal uang atau hewan, tetapi terutama soal harga diri dan martabat dari kedua belah pihak, antara keluarga pria dan wanita.<br /><span class="fullpost">
<br />
<b>b. Tungku</b><br />
Perkawinan untuk mempertahankan hubungan woe nelu, hubungan anak rona dengan anak wina yang sudah terbentuk akibat perkawinan cangkang. Laki-laiki dan wanita yang kawin tungku disebut saja laki one dan wai leleng one.<br />
Pemuda yang laki one dapat berarti pria yang kawin tungku, juga berarti perkawinan terjadi di dalam atau di sekitar kampung asalnya.<br />
Demikian pula terhadap wanita yang wai leleng one. Berbicara tentang paca untuk orang yang laki one dan wai leleng one tergantung pada jenis tungku.<br />
<br />
<b>Menurut adat Manggarai ada beberapa jenis tungku :</b><br />
- Tungku cu atau tungku dungka<br />
Kawin antara anak laki-laki dari ibu kawin dengan anak perempuan dari saudara itu atau om.<br />
- Tungku nereng nara<br />
- Tungku anak de due<br />
- Tungku canggot<br />
- Tungku ulu atau tungku sa’i<br />
- Tungku salang manga<br />
- Tungku dondot<br />
<br />
<b>c. Cako</b><br />
Perkawinan dalam suku sendiri. Biasanya anak laki-laki dari keturunan adik dan anak perempuan dari keturunan kakak. Disebut juga sebagai perkawinan cako cama tau. Perkawinan cako biasanya orang tua mulai mencobanya pada lapisan ketiga atau lapisan keempat dalam daftar silsilah keluarga. Mengapa dikatakan mencoba? Karena menurut adat Manggarai, tidak semua perkawinan cako direstui mori agu ngaran. Orang Manggarai percaya bahwa Tuhan-lah yang menentukan apakan perkawinan itu direstui atau tidak. Ada bukti bahwa perkawinan cako tidak direstui, bahwa kedua insan yang menikah itu mati pada usia muda sebelum memperoleh anak.<br />
Perkawinan cako cama salang artinya perkawinan yang dilangsungkan dengan sesama anak wina. Dalam konteks ini belis tidak dituntut sesuai dengan kemampuan kita. Berlaku ungkapan tama beka salang agu beka weki. <br />
<br />
Sumber :<br />
http://chyntia-abbo.blogspot.com/2012/03/sistem-perkawinan-adat-manggarai.html
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-3975241737131787762013-03-22T08:03:00.000+07:002013-03-22T08:08:23.745+07:00Tari Cokek Adalah Tarian Khas Tangerang<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjruU_26ZnYO5YvbjgFJc_Q4Gpy2d4PQof6ExYL77v0NxkdJRJixepzxpl_T3jq8CPrLROYT3ijXVuZKZfRlrGJeTwFkuHrCMd4R6nIA90jrpfNf7VC3iBULwgYMY3k-Pyvlpet1Xkeq7A/s1600/images.jpeg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:0"><img border="0" height="268" width="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjruU_26ZnYO5YvbjgFJc_Q4Gpy2d4PQof6ExYL77v0NxkdJRJixepzxpl_T3jq8CPrLROYT3ijXVuZKZfRlrGJeTwFkuHrCMd4R6nIA90jrpfNf7VC3iBULwgYMY3k-Pyvlpet1Xkeq7A/s320/images.jpeg" /></a></div>Tari cokek adalah tarian khas Tangerang, yang diwarnai budaya etnik China. Tarian ini diiringi orkes gambang kromong ala Betawi dengan penari mengenakan kebaya yang disebut cokek. Tarian Cokek mirip sintren dari Cirebon atau sejenis ronggeng di Jawa Tengah. Tarian ini kerap identik dengan keerotisan penari, yang dianggap tabu oleh sebagian masyarakat lantaran dalam peragaannya, pria dan wanita menari berpasangan dalam posisi berdempet-dempetan. Cokek sendiri merupakan tradisi lokal masyarakat Betawi dan China Benteng, yaitu kelompok etnis China yang nyaris dipinggirkan, dan kini banyak bermukim di Tangerang.<br />
<br />
Menurut Ninuk Kleden Probonegoro, seorang peneliti dari LIPI, banyak versi tentang awal kelahiran seni rakyat ini. Versi pertama, cerita dimulai pada masa tuan-tuan tanah menguasai Betawi sekitar abad ke-19, khususnya di daerah yang saat ini dikenal dengan nama Kota atau Beos. Di sana banyak tinggal tuan tanah kaya. Setiap malam Minggu, mereka biasa mengadakan pesta.<br /><span class="fullpost">
<br />
Para tuan tanah ini biasanya juga banyak memiliki pembantu yang mahir bermain musik dan menari. Umumnya pesta para tuan tanah ini dimeriahkan oleh musik dari rombongan Gambang Kromong. Saat itulah para pembantu tuan tanah yang terdiri dari gadis-gadis muda itu, melayani tamu-tamu lelaki untuk menari. Mereka itulah yang kemudian disebut sebagai penari Cokek.<br />
<br />
Versi kedua, Cokek berasal dari Teluk Naga di Tangerang. Menutut versi ini, pada saat itu, daerah Tanjung Kait dikuasai oleh tuan tanah bernama Tan Sio Kek. Seperti biasa tuan tanah kaya lainnya, Tan Sio Kek juga mempunyai sebuah kelompok musik.Pada suatu hari, datang tiga orang bercocing, yaitu rambut yang dikepang satu. Diduga berasal dari daratan China. Ketiga orang ini membawa tiga buah alat musik yaitu, Tehiyan, Su Khong dan Khong ahyan. Ternyata ketiga orang itu juga mahir bermain musik.<br />
<br />
Ketika malam tiba, ketiga orang tersebut berkenan memainkan alat-alat musiknya. Tiga alat musik yang mereka bawa itu kemudian dimainkan bersama-sama alat musik kampung yang dimiliki oleh grup musik milik tuan tanah Tan Sio Kek. Dari perpaduan bunyi berbagai alat musik yang dimainkan oleh para pemusik tersebut, lahirlah musik Gambang Kromong.<br />
<br />
Sedangkan para gadis yang menari dengan iringan irama musik itu, kemudian disebut sebagai Cokek, yang diartikan anak buah Tan Sio Kek. Seperti halnya Nie Hukong, Tan Sio Kek lebih dapat menikmati tarian dan nyanyian para cokek, yaitu para penyanyi cokek merangkap penari pribumi yang biasa diberi nama bunga-bunga harum di Tiongkok, seperti Bwee Hoa, Han Siauw, Hoa, Han Siauw dan lain-lain. Dalam perkembangannya, walau kelompok Gambang Kromong bila mendapat undangan pentas mendapatkan honor atau bayaran, namun para Cokek, atau penari perempuan itu, tidak dibayar, tetapi mencari bayaran sendiri dari para lelaki yang mengajak mereka menari atau ngibing.<br />
<br />
Bawah Rambutnya tersisir rapih licin ke belakang. Ada pula yang dikepang kemudian disanggulkan yang bentuknya tidak begitu besar, dihias dengan tusuk konde bergoyang-goyang.<br />
<br />
<b>Tamu Terhormat</b><br />
Sebagai pembukaan pada tari Cokek ialah wawayangan. Penari Cokek berjejer memanjang sambil melangkah maju mundur mengikuti irama gambang kromong. Rentangan tangannya setinggi bahu meningkah gerakan kaki. Setelah itu penari Cokek menari bersama dengan mengalungkan selendang pertama-tama kepada tamu yang dianggap paling terhormat. Bila yang diserahi selendang itu bersedia ikut menari maka mulailah mereka ngibing, menari berpasang-pasangan. Tiap pasang berhadapan pada jarak yang dekat tetapi tidak saling bersentuhan. Ada kalanya pula pasangan-pasangan itu saling membelakangi. Kalau tempatnya cukup leluasa biasa pula ada gerakan memutar dalam lingkaran yang cukup luas.<br />
<br />
Pakaian penari cokek biasanya terdiri atas baju kurung dan celana panjang dari bahan semacam sutera berwarna. Ada yang berwarna merah menyala, hijau, ungu, kuning dan sebagainya, polos dan menyolok. Di ujung sebelah bawah celana biasa diberi hiasan dengan kain berwarna yang serasi. Selembar selendang panjang terikat pada pinggang dengan kedua ujungnya terurai ke bawah Rambutnya tersisir rapih licin kebelakang. Ada pula yang dikepang kemudian disanggulkan yang bentuknya tidak begitu besar, dihias dengan tusuk konde bergoyang-goyang.<br />
<br />
<b>Dinamis dan Erotis</b><br />
SUARA tiga alat musik gesek asal daratan China, khongahyan, tehiyan, dan su khong, cukup menyayat menusuk gendang telinga. Namun tiga alat gesek khas China itu, seakan memberikan harmonisasi komposisi gambang kromong saat mengiringi tarian onde-onde hasil pengembangan tari Cokek.<br />
<br />
Ketiga alat gesek akan terdengar semakin memekik manakala pukulan kendang dan kecrek dimainkan dalam tempo cepat. Distorsi yang dihasilkan justru semakin membuat ritme tarian empat penari Cokek, memperlihatkan goyangan pinggulnya mengikuti irama. Mereka seakan tidak mengenal lelah terus melenggang ditingkahi musik gambang kromong menciptakan irama penuh keriangan. Posisi tubuh penari yang terkadang tegak dan terkadang membungkuk, menampilkan kesan erotis. Demikian pula saat pinggul digoyang, hanya sesekali berputar selebihnya melenggang.<br />
<br />
Tarian onde-onde tidak hanya memperlihatkan sisi erotis, tetapi juga dinamisasi gerak. Semisal di sela selancar serta matuk, juga diselingi gerakan nguk-nguk (loncat) yang dilakukan secara bersama-sama. Ada kalanya tarian ditingkahi gerakan tangan dan kepala, mengikuti entakan suara gendang dan kecrek saat tempo nada cepat. Namun gerakan sang penari dapat berubah tiba-tiba manakala te hi ang, su khong, dan khong a yan, mendominasi musik pengiring. Dalam gerakan, antara onde-onde yang belakangan. Dimasukkan dalam khasanah tarian Betawi dengan jaipongan yang juga masuk khasanah tarian Jawa Barat, merupakan bentuk tarian pengembangan dari tarian tradisional. Tarian onde-onde merupakan pengembangan tarian cokek, sedangkan jaipongan pengembangan dari ketuk tilu.<br />
<br />
Cokek ini termasuk dalam genre tari rakyat, yaitu tari yang hidup dan berkembang di kalangan rakyat jelata. Genre tari ini terlahir dan dihidupkan oleh komunitas etnik. Secara fungsi untuk upacara dan hiburan, tariannya dapat dibilang sederhana. Dalam penyajiannya jarak antara penonton dan pemain begitu lentur, dengan kata lain tidak ada jarak estetis, serta seluruh penonton terlibat langsung dalam pertunjukkannya. Selain Cokek dari Tangerang, yang termasuk genre tari rakyat antara lain: sisingaan, doger kontrak dari Subang, ketuk tilu, benjang dari Bandung, ronggeng gunung, badud, ronggeng kaler dari Ciamis, ronggeng uyeg dari Sukabumi, angklung sered dari Tasikmalaya, angklung gubrag dari Bogor, angklung Baduy dari Kabupaten Lebak, topeng banjet dan bajidoran dari Karawang.<br />
<br />
Sumber :<br />
http://azimutyo.blogspot.com/2008/04/seni-dan-budaya-tangerang_02.html
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-71301658708826257492013-03-16T08:30:00.003+07:002013-03-16T08:33:10.053+07:00Mengenali Rumah Adat Bugis Makassar<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggBL5DDPBBiIo1CquhdfY-PGFWTJ3fCW2ePUnkN689ICsbcBABpLlkUqFWrXkxwdB7z4kyUbs1Nvxth7uHiaL7czw3WJdx2Wl6x2QGP4BHJDdvxXtDlo8fbtFcUuc4JmoVnkottSeHlH8/s1600/Bugis+1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="340" width="430" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggBL5DDPBBiIo1CquhdfY-PGFWTJ3fCW2ePUnkN689ICsbcBABpLlkUqFWrXkxwdB7z4kyUbs1Nvxth7uHiaL7czw3WJdx2Wl6x2QGP4BHJDdvxXtDlo8fbtFcUuc4JmoVnkottSeHlH8/s320/Bugis+1.jpg" /></a></div>
Rumah adat Bugis Makassar tidak hanya unik karena bentuknya namun juga karena landasan filosofinya. Bangunan yang kini makin sulit ditemui itu setidaknya menggambarkan 3 hal yakni botting langi (dunia atas), ale kawa (dunia tengah) dan awa bola (dunia bawah).<br /><span class="fullpost">
<br />
Boting langi atau dunia atas menggambarkan bahwa kehidupan diatas alam sadar manusia terkait dengan kepercayaan yang tidak nampak. Seperti dalam pemahaman budaya Makassar bahwa di dunia atas tersebut bersemayam Dewi Padi. Karena pemahaman inilah maka banyak masyarakat Bugis yang menggunakan bagian atas rumah sebagai tempat penyimpanan padi dan hasil pertanian lainnya. Sedangkan ale kawa menunjukkan bahwa di kehidupan manusia selalu terkait dengan aktivitas keseharian. Nah, pada rumah tradisional Bugis Makassar ada tiga bagian rumah yang digunakan untuk kegiatan sehari-hari seperti bagian depan yang digunakan untuk menerima kerabat, bagian tengah untuk ruang tidur dan ruang dalam untuk kamar tidur anak. Sementara itu, dunia bawah atau awa bola mengacu pada ruangan yang digunakan untuk mencari rejeki seperti tempat menyimpan alat-alat pertanian, tempat menenun, kandang binatang dan tempat bermain bagi anak-anak.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZSo1TkE7UlyHZ0rgbDss-F1y2xaCCtzJ6VFADwYro2bJ78oH0z3lj73SLCtzza-3XwpStmIUHJA6oGkjQ7aHumrBumwnV2dLOshsaKUrzoDe5kh15ZgPPbV9LOR6i-WoYR59ERSL7TVE/s1600/Bugis+2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="330" width="430" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZSo1TkE7UlyHZ0rgbDss-F1y2xaCCtzJ6VFADwYro2bJ78oH0z3lj73SLCtzza-3XwpStmIUHJA6oGkjQ7aHumrBumwnV2dLOshsaKUrzoDe5kh15ZgPPbV9LOR6i-WoYR59ERSL7TVE/s320/Bugis+2.jpg" /></a></div>
Menariknya, rumah tradisional Bugis Makassar dapat dibedakan berdasarkan status sosial si empunya. Rumah saoraja adalah rumah besar yang ditempati para keturunan raja atau kaum bangsawan. Sedangkan bola adalah rumah yang ditempati rakyat biasa. Sebenarnya baik saoraja maupun bola memiliki tipologi yang sama. Keduanya sama-sama memiliki berbentuk persegi panjang. Hanya saja, saoraja berukuran lebih luas. Atapnya yang berbentuk prisma – biasa disebut timpak laja – bertingkat-tingkat antara 3 hingga 5 sesuai dengan kedudukan penghuninya.<br />
<br />
Selain unik secara filosofis dan bentuk, proses pendirian rumah juga sangat menarik. Si empunya harus meminta pertimbangan dari panrita bola untuk mencari tempat dan arah yang dianggap baik. Beberapa prinsip dalam pendirian rumah adalah sebaiknya menghadap matahari terbit, menghadap ke dataran tinggi dan menghadap ke salah satu arah mata angin. Waktu pendirian rumah juga tidak bisa sembarangan. Biasanya hari atau bulan baik ditentukan oleh mereka yang memilki kepandaian dalam hal tersebut. Sebelum rumah didirikan didahului dengan upacara ritual yang kemudian diteruskan dengan mendirikan bagian-bagian rumah secara berurutan. Tiang pusat utama rumah terlebih dahulu dikerjakan, kemudian baru tiang-tiang yang lain.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQsPfTqwstRqtR1Hv5h3fcjbX1ewKSyp_7fJU-sdypcNgDACswVjU5YMZSHqaYQ71XawwvgCY8_OEhOBarRKPozX1IvTe2qbqTSsQ8yv_-t0RykouFET2i8OtBgsfd3Cz2V_-AMO1v_wQ/s1600/Bugis+3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="330" width="430" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQsPfTqwstRqtR1Hv5h3fcjbX1ewKSyp_7fJU-sdypcNgDACswVjU5YMZSHqaYQ71XawwvgCY8_OEhOBarRKPozX1IvTe2qbqTSsQ8yv_-t0RykouFET2i8OtBgsfd3Cz2V_-AMO1v_wQ/s320/Bugis+3.jpg" /></a></div>
<br />
Sumber :<br />
http://suara.asia/mengenali-rumah-adat-bugis-makassar/
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-27110015936924363992013-03-14T10:29:00.001+07:002013-03-22T08:09:39.006+07:00Tanggap Wacana Upacara Mitoni - Sesorah (pidato bahasa Jawa)<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhT86Xixq_1oyrreCbVZXNpeIIjoXFTWtpeP0svsq4fCp_D5_wqoE0XbmgF32dW3B09RkBIyXdijFJtaj0HUmf2AT2en3OnjCU17fgN3aGw9Y3qY_4ZKleQBM9Nou9_UJF5imykc0Ei3xU/s1600/tingkeban.jpg" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="295" width="430" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhT86Xixq_1oyrreCbVZXNpeIIjoXFTWtpeP0svsq4fCp_D5_wqoE0XbmgF32dW3B09RkBIyXdijFJtaj0HUmf2AT2en3OnjCU17fgN3aGw9Y3qY_4ZKleQBM9Nou9_UJF5imykc0Ei3xU/s320/tingkeban.jpg" /></a></div>
Berikut adalah contoh pidato / sambutan dalam bahasa Jawa untuk memulai upacara "Mitoni".<br />
<br />
Ing ngisor iki tuladha teks pidato utawa tanggap wacana acara adat “Mitoni”. Coba gatekna bab isi lan urut-urutane tanggap wacana.<br />
<br />
Mahardhikeng tyas ring kamardhikan<br />
<br />
Nuwun<br />
Dhumateng para sesepuh saha pinisepuh ingkang dahat kinurmatan,<br />
Dhumateng pamangku gati ingkang kula urmati,<br />
Dhumateng para tamu undangan ingkang minulya.<br /><span class="fullpost">
<br />
Langkung rumiyin sumangga kula lan penjenengan sedaya ngaturaken raos syukur dhumateng ngarsanipun Gusti Ingkang Murbeng Dumadi ingkang sampun maringi kasarasan sarta kalodhangan, saengga kita saged anjenengi acara ing wekdal menika inggih acara tingkepan utawi mitoni garwanipun bapak Zainul Ma’arif kanthi boten wonten alangan menapa-menapa. Mugi-mugi kemawon ing dalem kekempalan kita dinten samenika wonten manfaatipun. Amin.<br />
<br />
Para rawuh ingkang kula urmati.<br />
Panjenengan sedaya kaaturan rawuh ing wekdal menika, inggih boten sanes amargi raos syukuripun bapak Zainul Ma’arif dhumateng ngarsanipun Gusti, amargi sadangu mangun bale wisma sampun ngajeng-ajeng momongan utawi putra ing dalem kulawarganipun.<br />
Samenika pangajeng-ajeng menika sampun kalampah kanthi tetenger mbobotipun garwanipun ingkang sampun ngancik pitung sasi. Pramila saking menika Bapak Zainul Ma’arif sakulawarga nyuwun donga pangestunipun saking para rawuh, supados jabang bayi ingkang taksih wonten madaran menika pinaringan selamet, semanten ugi ibunipun. Lan mugi-mugi anggenipun lair dipunparingi gancar, lancar, sarta selamet kekalihipun.<br />
<br />
Para rawuh ingkang kinurmatan,<br />
Mugia kita sedaya dados tiyang ingkang estu-estu ngabekti dhumateng tiyang sepuh kalih. Semanten ugi, mugi-mugi Bapak Zainul Ma’arif sakulawarga benjang dipunparingi putra ingkang tansah ngabekti marang tiyang sepuhipun, migunani tumrap nusa, bangsa sarta agami. Amin.
Cekap semanten saking kawula, minangka panutuping atur,<br />
<br />
Nuwun<br />
<br />
Sumber :<br />
http://nguriurijawa.blogspot.com/2010/05/mitonisesorah-pidato-bhs-jawa.html
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-80099316996158618112013-03-12T18:00:00.002+07:002013-03-12T18:06:12.143+07:00Rumah Tradisional Batak Toba<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRHmqT5v2_1Lg3B5ArvXiUtUcJGyFw0mDpwm1OUT92UO01YXi5zfFOKXjT49lYr_oF0D3GAE0OGNhIcC9a8e4eaho4hxJ6x9v1CfDFLz4GTVClybTIjIsW08Lj5MJ_UEnykGNLtIfM0tM/s1600/ba.jpg" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="330" width="430" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRHmqT5v2_1Lg3B5ArvXiUtUcJGyFw0mDpwm1OUT92UO01YXi5zfFOKXjT49lYr_oF0D3GAE0OGNhIcC9a8e4eaho4hxJ6x9v1CfDFLz4GTVClybTIjIsW08Lj5MJ_UEnykGNLtIfM0tM/s320/ba.jpg" /></a></div>
Perkampungan suku Batak Toba mengikuti pola berbanjar dua, yaitu suatu tata ruang lingkungan dengan komunitas yang utuh dan mantap. Desanya disebut lumban / huta yang dilengkapi 2 pintu gerbang (bahal) di sisi utara dan selatan huta. Sekeliling kampong dipagar batu setinggi 2.00 m, yang disebut parik.<br />
<br />
Di setiap sudut dibuat menara untuk mengintai musuh. Menurut sejarahnya, antar sesama suku Batak sering sekali berperang.
Itu sebabnya bentuk kampungnya menyerupai benteng, Huta masih dapat disaksikan di Kabupaten Tapanuli Utara di desa-desa Tomok, Ambarita, Silaen, dan Lumban Nabolon Parbagasan. Desa-desa tersebut merupakan daya tarik wisata budaya yang banyak dikunjungi wisatawan.<br /><span class="fullpost">
<br />
<b>Makna dan Simbolisme</b><br />
Pola penataan desa atau lumban / huta terdiri dari beberapa ruma dan sopo. Perletakan ruma dan sopo tersebut saling berhadapan dan mengacu pada poros utara selatan. Sopo merupakan lumbung, sebagi tempat penyimpanan makanan. Dalam hal ini, menunjukkan bahwa masyarakat Batak selalu menghargai kehidupan, karena padi merupakan sumber kehidupan bagi mereka.<br />
<br />
<b>Penafsiran</b><br />
Pola penataan lumban yang terlindungi dengan pagar yang kokoh, dengan dua gerbang yang mengarah utara-selatan, menunjukkan bahwa masyarakat Batak, memiliki persaingan dalam kehidupan kesehariannya. Jika kita mengamati peta perkampungan.<br />
<br />
<b>Arsitektur Tradisional Batak Toba</b><br />
Batak, maka dapat kita ketahui terdapat beragam suku Batak, dengan lokasi yang berdekatan. Oleh karena iu, pola penataan lumban berbentuk lebih menyerupai sebuah benteng dari pada sebuah desa.<br />
<br />
Pada penataan bangunan yang sangat menghargai keberadaan sopo, yaitu selalu berhadapan dengan ruma. Hal ini menunjukkan pola kehidupan masyarakat Batak Toba yang didominasi oleh bertani, dengan padi sebagai sumber kehidupan yang sangat dihargainya.
Di dalam lumban, terdapat beberapa rumah dan sopo yang tertata secara linear. Beberapa ruma tersebut menunjukkan bahwa ikatan keluarga yang dikenal dengan extended family dapat kita ketemukan dalam masyarakat Batak Toba.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhEVUWK6fCqwPaiJdLvir2T8SgJtl0tpe9A4PGbP_Aezt2v4uOtzY8tY5BtbuQzcJ9eOmoDkRgB54IkGd-yQFg8lB-HvI2_ZRSpSAcIOiW6JBCtEXQkkxRB3bjfQtVKLGpZkN369TIliEk/s1600/tak.jpg" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="630" width="430" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhEVUWK6fCqwPaiJdLvir2T8SgJtl0tpe9A4PGbP_Aezt2v4uOtzY8tY5BtbuQzcJ9eOmoDkRgB54IkGd-yQFg8lB-HvI2_ZRSpSAcIOiW6JBCtEXQkkxRB3bjfQtVKLGpZkN369TIliEk/s320/tak.jpg" /></a></div>
<b>Kajian Perangkaan</b><br />
Ahli bangunan adat (arsitek tradisional) suku Batak disebut pande. Seperti rumah tradisional lain, rumah adat Batak merupakan mikro kosmos perlambang makro kosmos yang terbagi alas 3 bagian atau tritunggal banua, yakni banua tongga (bawah bumi) untuk kaki rumah, banua tonga (dunia) untuk badan rumah, banua ginjang (singa dilangit) untuk atap rumah.<br />
<br />
Arsitektur Batak Toba terdiri atas ruma dan sopo (lumbung) yang saling berhadapan. Ruma dan sopo dipisahkan oleh pelataran luas yang berfungsi sebagai ruang bersama warga huta. Ada beberapa sebutan untuk rumah Batak, sesuai dengan kondisi rumahnya. Rumah adat dengan banyak hiasan (gorga), disebut Ruma Gorga Sarimunggu atau Jabu.<br />
<br />
Batara Guru. Sedangkan rumah adat yang tidak berukir, disebut Jabu Ereng atau Jabu Batara Siang. Rumah berukuran besar, disebut Ruma Bolon. dan rumah yang berukuran kecil, disebut Jabu Parbale-balean. Selain itu, terdapat Ruma Parsantian, yaitu rumah adat yang menjadi hak anak bungsu.<br />
<br />
Sumber :<br />
http://clubbing.kapanlagi.com/threads/104667-Rumah-Tradisional-Batak-Toba
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-56195186771510750322013-03-08T20:24:00.002+07:002013-03-08T20:27:26.536+07:00Seni Tari Honari Mosega dari Sulawesi Tenggara<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUC0YReDG-XitwFBpb9ryyobw5EHrye1SBmvypYWZffy1Qxp6X5l4ijHTNjvVxOKilw7K9QkcHBZ6NzHdjuI-aw80On-_EtcvQO323lg2CNB61ZdCDihKFqx6VO2l9dqs_W_LIZOLPnVc/s1600/Seni-tari-Honari-Mosega.jpg" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="330" width="430" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUC0YReDG-XitwFBpb9ryyobw5EHrye1SBmvypYWZffy1Qxp6X5l4ijHTNjvVxOKilw7K9QkcHBZ6NzHdjuI-aw80On-_EtcvQO323lg2CNB61ZdCDihKFqx6VO2l9dqs_W_LIZOLPnVc/s320/Seni-tari-Honari-Mosega.jpg" /></a></div>
Indonesia tak hanya dianugerahi dengan kekayaan alam yang indah, negeri ini juga di anugerahi dengan beragam kebudayaan yang unik dan menarik. Salah satu kebudayaan yang bisa Anda nikmati hingga sekarang adalah seni tari Honari Mosega.<br />
<br />
Kesenian ini adalah tarian perang asli asal Liya, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara. Kesenian Tari Tradisonal ini merupakan kebanggaan masyarakat Liya yang mengisahkan tarian berani.<br /><span class="fullpost">
<br />
Dahulu kala seni tari Honari Mosega di atraksikan sebelum dan sesudah perang. Tarian ini diadakan sebagai pengungkapan dan motivasi dari semangat prajurit Liya ketika akan berperang mengusir musuh dan kegembiraan mereka karena pulang dengan kemenangan keberhasilan menaklukan musuh.<br />
<br />
Tari ini dimainkan oleh beberapa laki-laki, terdiri dari 1 penari inti disebut tompidhe dengan memegang tombak atau parang, dan dilengkapi dengan 1 atau 4 orang sebagai hulubalang yang disebut manu-manu moane dengan memegang tombak dan janur kuning sebagai penghalau bisa atau sihir. Kadang terdapat pula hulubalang wanita yang disebut manu-manu wowine serta 1 orang pemukul gendang atau tamburu.<br />
<br />
Penari Tompidhe dan Manu-manu Moane dilengkapi dengan untaian gemerincing dan dalam gerakannya akan selalu menimbulkan bunyi. Terdapat gerakan meloncat dan maju lalu mundur secara beraturan sebagai gerakan silat Liya yang disebut Makanjara, yang dilakukan karena kegembiraan atas kemenangan mereka dalam berperang.<br />
<br />
Tari Honari Mosega selama masa kesultanan buton sering ditampilkan pada acara-acara penyambutan tamu agung, maupun perangkatnya serta acara-acara adat yang berlaku hanya dalam lingkup keturunan para bangsawan Liya. <br />
<br />
Sumber :<br />
http://www.casavina.com/seni/seni-tari-honari-mosega-sulawesi-tenggara/
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2921933287954667636.post-90797463499761279122013-03-07T07:58:00.001+07:002013-03-07T08:42:09.389+07:00Mengenal Tari Kabasaran (Cakalele) dari Minahasa<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIuFrjyQBWzhHM6ZFSv8DaubpEVwRb_jrJhP1gXzNA75eBMI1xE1WAiD1fTjHqbXo-OHbLDwQ7lammmyTC004WZOl-_dYC_BRJ4BUb4p_TxQuoUwVGIpGlPguNMU7BSgBy0StRoZTYBk4/s1600/kabasaran1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="240" width="430" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIuFrjyQBWzhHM6ZFSv8DaubpEVwRb_jrJhP1gXzNA75eBMI1xE1WAiD1fTjHqbXo-OHbLDwQ7lammmyTC004WZOl-_dYC_BRJ4BUb4p_TxQuoUwVGIpGlPguNMU7BSgBy0StRoZTYBk4/s320/kabasaran1.jpg" /></a></div>
Menari dengan pakaian serba merah, mata melotot, wajah garang, diiringi tambur sambil membawa pedang dan tombak tajam, membuat tarian kabasaran amat berbeda dengan tarian lainnya di Indonesia yang umumnya mengumbar senyum dengan gerakan yang lemah gemulai.<br />
<br />
Tarian ini merupakan tarian keprajuritan tradisional Minahasa, yang diangkat dari kata; Wasal, yang berarti ayam jantan yang dipotong jenggernya agar supaya sang ayam menjadi lebih garang dalam bertarung.<br /><span class="fullpost">
<br />
Tarian ini diiringi oleh suara tambur dan / atau gong kecil. Alat musik pukul seperti Gong, Tambur atau Kolintang disebut “Pa ‘ Wasalen” dan para penarinya disebut Kawasalan, yang berarti menari dengan meniru gerakan dua ayam jantan yang sedang bertarung.<br />
<br />
Kata Kawasalan ini kemudian berkembang menjadi Kabasaran yang merupakan gabungan dua kata “Kawasal ni Sarian” “Kawasal” berarti menemani dan mengikuti gerak tari, sedangkan “Sarian” adalah pemimpin perang yang memimpin tari keprajuritan tradisional Minahasa. Perkembangan bahasa melayu Manado kemudian mengubah huruf “W” menjadi “B” sehingga kata itu berubah menjadi Kabasaran, yang sebenarnya tidak memiliki keterkaitan apa-apa dengan kata “besar” dalam bahasa Indonesia, namun akhirnya menjadi tarian penjemput bagi para Pembesar-pembesar.<br />
<br />
Pada jaman dahulu para penari Kabasaran, hanya menjadi penari pada upacara-upacara adat. Namun, dalam kehidupan sehari-harinya mereka adalah petani. Apabila Minahasa berada dalam keadaan perang, maka para penari kabasaran menjadi Waranei (prajurit perang). Bentuk dasar dari tarian ini adalah sembilan jurus pedang (santi) atau sembilan jurus tombak (wengkouw) dengan langkah kuda-kuda 4/4 yang terdiri dari dua langkah ke kiri, dan dua langkah ke kanan.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLEToR1Vyrg11Ekk65XlMaVrVcnJQB58ZlYXRQu8hGSHoVTT81wj9ZykGe9hBGrAwT_zQqbAqQaOUvHTzgEoROttPOEKmLFmFmW_tPMDYGgFocE3SNBwflmHNUJtOSC8nAoUJ1m4OPFUc/s1600/kabasaransm.jpg" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="300" width="430" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLEToR1Vyrg11Ekk65XlMaVrVcnJQB58ZlYXRQu8hGSHoVTT81wj9ZykGe9hBGrAwT_zQqbAqQaOUvHTzgEoROttPOEKmLFmFmW_tPMDYGgFocE3SNBwflmHNUJtOSC8nAoUJ1m4OPFUc/s320/kabasaransm.jpg" /></a></div>
Tiap penari kabasaran memiliki satu senjata tajam yang merupakan warisan dari leluhurnya yang terdahulu, karena penari kabasaran adalah penari yang turun temurun. Tarian ini umumnya terdiri dari tiga babak (sebenarnya ada lebih dari tiga, hanya saja, sekarang ini sudah sangat jarang dilakukan).<br />
<br />
Babak – babak tersebut terdiri dari :<br />
<br />
<b>1. Cakalele</b>, yang berasal dari kata “saka” yang artinya berlaga, dan “lele” artinya berkejaran melompat – lompat. Babak ini dulunya ditarikan ketika para prajurit akan pergi berperang atau sekembalinya dari perang. Atau, babak ini menunjukkan keganasan berperang pada tamu agung, untuk memberikan rasa aman pada tamu agung yang datang berkunjung bahwa setan-pun takut mengganggu tamu agung dari pengawalan penari Kabasaran.<br />
<br />
2. Babak kedua ini disebut <b>Kumoyak</b>, yang berasal dari kata “koyak” artinya, mengayunkan senjata tajam pedang atau tombak turun naik, maju mundur untuk menenteramkan diri dari rasa amarah ketika berperang. Kata “koyak” sendiri, bisa berarti membujuk roh dari pihak musuh atau lawan yang telah dibunuh dalam peperangan.<br />
<br />
3. <b>Lalaya’an</b>. Pada bagian ini para penari menari bebas riang gembira melepaskan diri dari rasa berang seperti menari “Lionda” dengan tangan dipinggang dan tarian riang gembira lainnya. Keseluruhan tarian ini berdasarkan aba-aba atau komando pemimpin tari yang disebut “Tumu-tuzuk” (Tombulu) atau “Sarian” (Tonsea). Aba-aba diberikan dalam bahasa sub–etnik tombulu, Tonsea, Tondano, Totemboan, Ratahan, Tombatu dan Bantik. Pada tarian ini, seluruh penari harus berekspresi Garang tanpa boleh tersenyum, kecuali pada babak lalayaan, dimana para penari diperbolehkan mengumbar senyum riang.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1YXK2mtJkIK4xQo2aWnMbTXOj6SyIt7i88MHj7dRexNxA3moy2HtJzmHx4P5kUTeSWAp0K9CxQx43ArwZLjPbLO5AXlROn7w5KLws-6KVGqvL7nfNo2gAY8pCLJfLQ7iNoPbwXXZKEjk/s1600/cakalelewardancersm.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:0"><img border="0" height="265" width="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1YXK2mtJkIK4xQo2aWnMbTXOj6SyIt7i88MHj7dRexNxA3moy2HtJzmHx4P5kUTeSWAp0K9CxQx43ArwZLjPbLO5AXlROn7w5KLws-6KVGqvL7nfNo2gAY8pCLJfLQ7iNoPbwXXZKEjk/s320/cakalelewardancersm.jpg" /></a></div>
Busana yang digunakan dalam tarian ini terbuat dari kain tenun Minahasa asli dan kain “Patola”, yaitu kain tenun merah dari Tombulu dan tidak terdapat di wilayah lainnya di Minahasa, seperti tertulis dalam buku Alfoersche Legenden yang di tulis oleh PN. Wilken tahun 1830, dimana kabasaran Minahasa telah memakai pakaian dasar celana dan kemeja merah, kemudian dililit ikatan kain tenun. Dalam hal ini tiap sub-etnis Minahasa punya cara khusus untuk mengikatkan kain tenun. Khusus Kabasaran dari Remboken dan Pareipei, mereka lebih menyukai busana perang dan bukannya busana upacara adat, yakni dengan memakai lumut-lumut pohon sebagai penyamaran berperang.<br />
<br />
Sangat disayangkan bahwa sejak tahun 1950-an, kain tenun asli mulai menghilang sehingga kabasaran Minahasa akhirnya memakai kain tenun Kalimantan dan kain Timor karena bentuk, warna dan motifnya mirip kain tenun Minahasa seperti : Kokerah, Tinonton, Pasolongan, Bentenen. Topi Kabasaran asli terbuat dari kain ikat kepala yag diberi hiasan bulu ayam jantan, bulu burung Taong dan burung Cendrawasih. Ada juga hiasan tangkai bunga kano-kano atau tiwoho. Hiasan ornamen lainnya yang digunakan adalah “lei-lei” atau kalung-kalung leher, “wongkur” penutup betis kaki, “rerenge’en” atau giring-giring lonceng (bel yang terbuat dari kuningan).<br />
<br />
Pada jaman penjajahan Belanda tempo dulu , ada peraturan daerah mengenai Kabasaran yang termuat dalam Staatsblad Nomor 104 B, tahun 1859 yang menetapkan bahwa<br />
1. Upacara kematian para pemimpin negeri (Hukum Basar, Hukum Kadua, Hukum Tua) dan tokoh masyarakat, mendapat pengawalan Kabasaran. Juga pada perkawinan keluarga pemimpin negeri.<br />
2. Pesta adat, upacara adat penjemputan tamu agung pejabat tinggi Belanda Residen, kontrolir oleh Kabasaran.<br />
3. Kabasaran bertugas sebagai “Opas” (Polisi desa).<br />
4. Seorang Kabasaran berdinas menjaga pos jaga untuk keamanan wilayah setahun 24 hari.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXpIZmx8VLP9XCEdakTO-FU5U1LlaYMQWwQHlWp2CvIJ7RBTWOHrsXsqYVy3cLwPQvCCw7jv6vj-rQ9zueXl5XppeChPeG0sQ5TMChqmedFbC6L5Rd1ekh9sIrnSDKwUh3m9SChTvuFH4/s1600/kabasaranjmungersm.jpg" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="300" width="430" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXpIZmx8VLP9XCEdakTO-FU5U1LlaYMQWwQHlWp2CvIJ7RBTWOHrsXsqYVy3cLwPQvCCw7jv6vj-rQ9zueXl5XppeChPeG0sQ5TMChqmedFbC6L5Rd1ekh9sIrnSDKwUh3m9SChTvuFH4/s320/kabasaranjmungersm.jpg" /></a></div>
Kabasaran yang telah ditetapkan sebagai polisi desa dalam Staatsblad tersebut diatas, akhirnya dengan terpaksa oleh pihak belanda harus ditiadakan pada tahun 1901 karena saat itu ada 28 orang tawanan yang melarikan diri dari penjara Manado. Untuk menangkap kembali seluruh tawanan yang melarikan diri tersebut, pihak Belanda memerintahkan polisi desa, dalam hal ini Kabasaran, untuk menangkap para tawanan tersebut. Namun malang nasibnya para tawanan tersebut, karena mereka tidak ditangkap hidup-hidup melainkan semuanya tewas dicincang oleh Kabasaran. Para Kabasaran pada saat itu berada dalam organisasi desa dipimpin Hukum Tua. Tiap negeri atau kampung memiliki sepuluh orang Kabasaran salah satunya adalah pemimpin dari regu tersebut yang disebut “Pa’impulu’an ne Kabasaran”. Dengan status sebagai pegawai desa, mereka mendapat tunjangan berupa beras, gula putih, dan kain.<br />
<br />
Sungguh mengerikan para Kabasaran pada waktu itu, karena meski hanya digaji dengan beras, gula putih, dan kain, mereka sanggup membantai 28 orang yang seluruhnya tewas dengan luka-luka yang mengerikan.<br />
<br />
Sumber :<br />
http://www.theminahasa.net/social/stories/kabasaranid.html
<br />
</span>Gema Budayahttp://www.blogger.com/profile/04272122897495001613noreply@blogger.com0