Bentuk rumah tradisional di Mamasa saat ini adalah hasil perkembangan dari bentuk sebelumnya yang bermula dari banua pandoko dena, banua lentong appa, banua tamben dan banua tolo' (sanda ariri). Dari bentuk rumah yang keempat (banua tolo) akhirnya menjadi ciri khas rumah tradisional, khususnya banua layuk di Mamasa terikat oleh lokasi, arah, dan bahan bangunan, dan waktu mendirikan bangunan.
Banua Layuk, merupakan simbol kepemimpinan tertinggi dalam struktur masyarakat Kampung Ballapeu’. Namun saat ini sudah tidak lagi ditemukan/dibuat oleh masyarakatnya atau telah hancur. Tidak diketahui dengan pasti sejak kapan Banua Layuk eksis di Ballapeu.
Proses pembuatan banua layuk dari permulaan hingga bangunan siap untuk ditempati tidak terlepas dari kegiatan upacara ritual dengan mengorbankan ayam atau babi. Struktur banua layuk yang terdiri atas tiga bagian, yakni atap, badan, dan kolong (rumah panggung), selain karena pertimbangan fungsional sekaligus tersirat makna filosofi.
Secara fungsional bentuk rumah panggung adalah:
(a) menghindarkan gangguan dari binatang buas,
(b) lantai dapat menampung hawa panas di malam hari, sehingga cocok untuk daerah dingin,
(c) kolong dapat berfugngsi praktis.
Sedang makna filosofi dibalik struktur banua layuk yang terdiri tiga bagian adalah simbol dari makroskosmos yang terdiri atas tiga lapisan yakni dunia atas, tengah, dan bawah. Banua layuk sebagai rumah adat sarat dengan makna simbolik sebagai cerminan dari nilai-nilai budaya yang dianut oleh masayarakatnya. Simbol-simbol tersebut ditemukan pada struktur, ukiran, dan unsur-unsur lainnya yang terdapat pada banua layuk.
Terdapat beberapa persamaan di samping perbedaan antara banua layuk di Mamasa dengan tongkonan di Tana Toraja. Adanya persamaan dari keduanya karena mempunyai akar budaya yang sama, dan adanya perbedaan disebabkan oleh kondisi lingkungan dan sosial budaya yang berbeda dari kedua rumah adat tersebut.
Sumber : http://www.mamasacommunity.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar