Dalam acara pembukaan Pekan Kebudayaan Pidie Jaya (PKPJ) Ke-3, tanggal 9 Juni 2012 lalu, diawali dengan suguhan tari massal yang dibawakan oleh sejumlah siswi SMA di daerah itu. Tarian itu membuat suasana makin meriah karena penampilan mereka yang gemulai, ditambah dengan warna warni pakaian yang digunakan.
Menjelang tari massal itu berakhir, para penari menutupnya dengan sebuah tarian yang sangat mempesona. Mata penonton tidak ada yang berkedip saat menyaksikan keterampilan mereka dalam menjalin seutas tali menjadi sebuah jaring. Setelah tanya sana-sini, ternyata tarian itu diberi nama “Tarek Pukat.”
Menurut penuturan Ir. Razali Adami, ketua panitia PKPJ Ke-3 itu, tari Tarek Pukat itu merupakan refleksi rasa saling tolong menolong antar sesama nelayan. Dalam sistem penangkapan ikan menggunakan pukat, diutamakan rasa tolong menolong. Tarek pukat tidak mungkin dapat dilakukan oleh seorang nelayan saja, tetapi harus ada team work dan seorang pawang yang memberi perintah.
Team work antar nelayan dalam aktivitas tarek pukat itu muncul tanpa dikomando, semua orang yang kebetulan berada di lokasi tarek pukat turut membantu menarik ikan yang sudah masuk jaring sampai ke bibir pantai. Untuk kesamaan gerak, pawang memberi aba-aba tertentu yang sudah dimengerti oleh para nelayan. Bagi mereka yang ikut berperan serta dalam aktivitas tarek pukat akan mendapat bagian dari hasil yang diperoleh.
Pola kerjasama atau team work dalam aktivitas tarek pukat itu, kemudian direfleksikan dalam sebuah wujud tarian. Sebenarnya, tari tarek pukat untuk menunjukkan kepada para tetamu bahwa team work sudah ada di Aceh sejak tempo doeloe.
Para penari tarek pukat itu biasanya terdiri dari 7 sampai 9 orang. Bila dalam aktivitas tarek pukat di pantai dikomando oleh pawang, maka penari tarek pukat dikomando oleh musik khas Aceh, serune kale, rapa-i dan syair lagu tarek pukat.
Mengapa penonton sampai terpesona menyaksikan tari tarek pukat? Awalnya para penonton yang hadir dari daerah lain terheran-heran, untuk apa para penari mengeluarkan gulungan tali dari pinggangnya. Kemudian, tali itu mereka oper dari satu penari kepada penari yang lain. Dengan iringan serune kale, para penari menjalin tali itu dengan tangan gemulai melewati kepala mereka.
Proses itu terus berlanjut selama sepuluh menit, lalu tali tadi telah berubah menjadi jaring. Produk jaring itu ditunjukkan kepada penonton. Fantastis, dari seutas tali, kini menjadi jaring. Standing applaus-pun menggema bertalu-talu dari seluruh penonton. Itulah tari tarek pukat yang sering dibawakan saat menyambut tamu kehormatan.
Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa budaya team work itu sudah menjadi budaya dalam kehidupan masyarakat nelayan di nusantara sejak zaman dahulu. Masalahnya, saat ini team work sering menjadi berantakan saat ada keserakahan dalam prosesnya. Keserakahan menyebabkan semangat team work akan pudar, sehingga yang muncul adalah pamrih. Bila semua sudah pamrih, maka anggota team work ibarat orang upahan, bekerja seadanya sehingga hasilnya kurang maksimal.
Sumber : http://hiburan.kompasiana.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar