Selasa, 01 Mei 2012

Perkawinan Adat Masyarakat Sikka di Provinsi NTT

Salah satu suku di pedalaman NTT terdapat peradaban suku Sikka, berikut ini tersaji upacara pernikahannya, sebagai bentuk kepedulian bangsa dalam melestarikan suku budaya dalam konteks perkawinan. Agar nilai nilai luhur budaya dapat diwariskan kepada generasi secara utuh.

Urusan perkawinan antara pria dan wanita merupakan pertalian yang tidak dapat dilepaskan. Hubungan yang menyatu itu terlukis dalam ungkapan Ea Daa Ribang, Nopok, Tinu daa koli tokar (Pertalian ke krabatan antara kedua belah pihak akan berlangsung terus menerus dengan saling memberi dan menerima sampai kepada turun temurun.

Norma-norma yang mengatur perkawinan ini dlam bahasa hukum adat yang disebut Naruk dua-moang dan kleteng latar yang tinggi nilai budayanya.

Ungkapannya antara lain :
- Dua naha nora ling, nora weling
- Loning dua utang ling labu weling
- Dadi ata lai naha letto -wotter

Artinya: Setiap wanita mempunyai nilai, punyai harga, sedangkan sarung dan bajunya juga mempunyai nilai dan harga, sehingga setiap lelaki harus membayar.

Ine io me tondo
Ame io paga saga
Ine io kando naggo
Ame io pake pawe

Ibulah yang memelihara dan membesarkannya
Ayah yang menjaga dan mendewasakannya
Dan ibu pula yang memberikannya perhiasan
Ayah memberikannya sandang.

Ungkapan ini memberi keyakinan bahwa martabat wanita sangat dihargai, oleh karena itu maka pihak klen penerima wanita Ata lai harus membayar sejumlah belis kepada klen pemberi wanita ata dua sesudah itu baru dinyatakan perkawinan seluruh prosesnya syah.

Di Sikka /Krowe umumnya bentuk perkawinan adalah patrilinial, sedangkan yang matrilinial hanya terjadi di wilayah suku Tanah Ai di kecamatan Talibura.

Tahap-tahap perkawinan dapat dilakukan seraya memperhatikan incest dan perkawinan yang tidak dilarang itu maka ditempulah beberapa tahapan:

(1) Masa pertunangan.
Semua insiatif harus datang dari pihak laki-laki, kalau datang dari pihak wanita maka selalu disebut dengan unkapan waang tota jarang atau rumput cari kuda atau tea winet (menjual anak/saudari)
Seorang gadis dibelis dalam enam bagian: Kila, belis cicin kawin; djarang sakang, (pemberian kuda); wua taa wa gete, bagian belis yang paling besar dan mahal; inat rakong, belis lelah untuk mama; bala lubung, untuk nenek; ngororemang (mereka yang menyiapkan pesta).

(2) Perkawinan
Sebelum abad 16 di desa Sikka/Lela perkawinan biasanya hanya diresmikan di Balai oleh raja atau pun kadang-kadang di rumah wanita, setelah semuanya sudah siap maka acara perkawinan ditandai dengan mendengar kata-kata pelantikan dari raja, wawi api-ara pranggang, kata-kata yang diucapkan adalah:

Ena tei au wotik weli miu, hari ini ku beri kamu makan wawi api ara pranggang, daging rebus dan nasi masak miu ruang dadi baa nora, jadikanlah kamu istri lai, dan suami lihang baa nora lading, dan terikatan seluruh keluarga gae weu (eung) miu ara, makanlah kamu nasi ini pranggang, agar menjadikan istri dan dadi baa wai nora lain, suami minulah saus daging minu eung wawi api, ini agar eratlah genang lihang nora ladang, seluruh keluarga.

Ucapan itu diiringi penyuapan daging dan sesuap nasi oleh tuan tanah/raja kepada kedua mempelai. Pada waktu masuk agama Katolik, maka ungkapan-ungkpan di atas tetap dipakai namun proses penikahan sesuai dengan aturan agama Katolik dan diberkati oleh pastor.

Ada beberapa tahap dari acara perkawinan secara adat Sikka/Krowe:

1. Kela narang, pendaftaran nama calon pengantin di kantor paroki yang dihantar oleh orang tua masing-masing bersama dengan keluarga.

2. A Wija/A Pleba, keluarga ata lai melaukan kegiatan mengumpulkan mas kawin secara bersama-sama dengan keluarga.

3. Dipihak ata dua terjadi pengumpulan bahan-bahan pesta untuk membuat sejenis kue tradisional yaitu bolo pagar dan mendirikan tenda pesta.

4. Sebelum ke gereja keluarga berkumpul di rumah mempalai wanita. Keluarga penerima wanita atau ata lai bertugas menjaga kamar pengatin.

5. Tung /tama ola uneng, acara masuk kamar pengantin jam 21.00-22.00 malam diiringi kedua ipar masing-masing. Pengatin pria/wanita di hantar ke kamar oleh Age gete dengan nasehat kalau sudah ada di kamar bicara perlahan-lahan

6. Weha bunga sekitar jam 05.00 pagi para pengawal kamar pengantin, ae gete dari keluarga ata lai menaburkan bunga pada kamar pengantin sebagai lambang harum semerbak bagi kedua pengantin.

Sumber : http://www.nttonlinenews.com/

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP