Joged Dadua Bali
Joged Dadua.
Joged adalah adalah sebutan/ nama untuk merujuk pada tarian joged yang tedapat di Banjar Suda Kanginan seperti:
Joged Duwe
Tarian ini berkait langsung dengan ritual keagamaan, dominan pada ritual sakral upacara piodalan yang dilaksanakan di banjar Suda Kanginan, dan pura-pura yang memiliki paiketan/kaitan dengan Ida Bhatara/i yang malingga di Sudha Kanginan.
Joged Pingitan
Tarian joged ini tidak seperti joged lain pada umumnya yang dipentaskan secar profan untuk hiburan dan bisa di ibingi oleh khalayak umum. Joged jenis ini memang dipingit, dan hanya dipentaskan pada acara-acar ritual magis tertentu saja dan pengibingnyapun adalah para sutri yang telah memiliki ayahan untuk hal tersebut.
Joged Klasik
Joged klasik adalah sebutan yang diberkan oleh orang-orang ”modern”, seperti kalangan seniman/akademisi, yang menurutnya bisa diklasifikasikan/ dikategorikan sebagai seni atau tarian klasik.
Riwayat Singkat
Menurut penuturan para tetua banjar Suda Kanginan, bahwa joged Duwe telah diketahui ada sejak tahun 1920-an, atau bahkan lebih sebelum tahun tersebut, dan mempunyai kaitan erat dengan keberadaan Gong Kebyar Puspa Nadi yang ada sekarang. Ketika itu, keberadaannya hanya baru beberapa tungguh gamelan saja (seperti gangsa 4 tungguh, reong, jublah dua tungguh, kemong, celuluk, dan gong), atau lebih dikenal dengan sebutan gong sibak, yang memang khusus diperuntukkan untuk mengiringi tarian joged tersebut.
Penari pertama sebagai penari joged tersebut pada saat dilatih di puri Kediri, konon penari tersebut berasal dari keluarga Nang Cekeg warga banjar Suda Kanginan dan selanjutnya penari tersebut terus membina generasi berikutnya. Sejak itu, keberadaan joged duwe tetap eksis, artinya bisa di upah yang selalu ditemani oleh pemangku. Kemudian, siring berjalannya waktu, joged tersebut kalinggihan dan menjadi joged pingitan, dengan pengertian joged ini tidak boleh ditarikan di tempat/wilayah sebel/cuntaka, dan hanya boleh ditarikan pada upacara dewa yadnya dan manusa yadnya. Kemudian sekitar tahun 1940-an dan ytahun 1950-an, gong pengiring tari joged tersebut dilengkapi dan menjadi satu kelengkapan gong.
Pada masa tahun 1970-an, joged ini pernah diminta pentas secara khusus oleh Ida Cokorda Lingsir Puri Tabanan untuk sengaja dipentaskan dihapan beliau sebagai pembuktian bahwa tari joged pingit ini masih tetap eksis dan tetap lestari. Pada saat tersebut, Ida Cokorda Lingsir menyarankan agar kesenian ini jangan samapi punah, dan agar tetap dipentaskan pada waktu kegiatan dewa yadnya dan manusa yadnya.
Hal ini juga dikuatkan secara niskala, yang meminta agar keberadaan joged ini jangan sampai tidak aktif.
Tentang tarian
Penari joged ini terdiri atas dua orang penari perempuan dari usia anak-anak sebalum haid/usia dewasa. Direkrut dari warga masyarakat Suda Kanginan yang memiliki persyaratan anatar lain; mau dan bisa belajar menari, mempunyai paras yang cukup, dengan batas usia menjadi penari adalah masa haid pertama/dewasa. Artinya, ketika para penari telah menadapatkan haid pertamanya, maka sang penari akan segera mepamit/undur diri dari kegiatan joged ini, dan kelompok joged akan segera mencarikan penggantinya untuk kemudian dilatih dan dipelaspas secara sekala dan niskala.
Penari joged duwe memakai kostum penari legong keraton lengkap dengan kipasnya, dengan struktur gamelan pengiring yang mengiringi tarian joged ini terdiri atas tiga palet/babak yaitu:
1. Palet pepeson-lelegongan: mirip dengan tarian awal legong kraton dengan fersi yang agak berbeda dengan durasi kurang lebih lima menit.
2. Palet pelayon: mirip dengan legong keraton dengan versi agak berbeda. Untuk koreografi tarian waktu sekarang agak berbeda dengan dahulu. Koreografi tarian untuk waktu sekarang lebih disederhanakan dengan pertimbangan; daya hafal penari, kebutuhan waktu agar lebih efisien, dll.
3. Palet ibing-ibingan: pengibing tarian ini berjumlah satu-dua pengibing yang telah ditentukan orang-orangnya dan biasanya dari kalangan sutri. Tarian akan berakhir bila penabuh telah mendapat isyarat berhenti dari para sutri.
Fungsi tarian:
Fungsi tarian secara niskala; sebagai pelengkap upacara dewa yadnya, persembahan suci untuk para bhatara dan bhatari yang melingga di khayangan banjar Suda Kanginan.
Fungsi secara sekala; sebagai hiburan bagi masyarakat, sebagai penanda bahwa acara puncak persembahyangan akan segera dilaksanakan, serta sebagai media pelestarian budaya leluhur.
*Artikel ini dibuat berdasarkan sinopsis yang diterbitkan oleh banjar adat suda kanginan. Segala isi artikel ini telah di edit oleh penulis, tanpa mengurangi isi dan makna sebenarnya.
Alamat joged: Br. Suda kanginan, Desa Nyitdah, Kec. Kediri, Kab. Tabanan
Sumber :
http://tabanankab.go.id/artikel/budaya-dan-agama/138-joged-dadua
http://www.pesonapulaubali.com/sejarahbudaya/bali/81-jogeddaduabali.html
Joged adalah adalah sebutan/ nama untuk merujuk pada tarian joged yang tedapat di Banjar Suda Kanginan seperti:
Joged Duwe
Tarian ini berkait langsung dengan ritual keagamaan, dominan pada ritual sakral upacara piodalan yang dilaksanakan di banjar Suda Kanginan, dan pura-pura yang memiliki paiketan/kaitan dengan Ida Bhatara/i yang malingga di Sudha Kanginan.
Joged Pingitan
Tarian joged ini tidak seperti joged lain pada umumnya yang dipentaskan secar profan untuk hiburan dan bisa di ibingi oleh khalayak umum. Joged jenis ini memang dipingit, dan hanya dipentaskan pada acara-acar ritual magis tertentu saja dan pengibingnyapun adalah para sutri yang telah memiliki ayahan untuk hal tersebut.
Joged Klasik
Joged klasik adalah sebutan yang diberkan oleh orang-orang ”modern”, seperti kalangan seniman/akademisi, yang menurutnya bisa diklasifikasikan/ dikategorikan sebagai seni atau tarian klasik.
Riwayat Singkat
Menurut penuturan para tetua banjar Suda Kanginan, bahwa joged Duwe telah diketahui ada sejak tahun 1920-an, atau bahkan lebih sebelum tahun tersebut, dan mempunyai kaitan erat dengan keberadaan Gong Kebyar Puspa Nadi yang ada sekarang. Ketika itu, keberadaannya hanya baru beberapa tungguh gamelan saja (seperti gangsa 4 tungguh, reong, jublah dua tungguh, kemong, celuluk, dan gong), atau lebih dikenal dengan sebutan gong sibak, yang memang khusus diperuntukkan untuk mengiringi tarian joged tersebut.
Penari pertama sebagai penari joged tersebut pada saat dilatih di puri Kediri, konon penari tersebut berasal dari keluarga Nang Cekeg warga banjar Suda Kanginan dan selanjutnya penari tersebut terus membina generasi berikutnya. Sejak itu, keberadaan joged duwe tetap eksis, artinya bisa di upah yang selalu ditemani oleh pemangku. Kemudian, siring berjalannya waktu, joged tersebut kalinggihan dan menjadi joged pingitan, dengan pengertian joged ini tidak boleh ditarikan di tempat/wilayah sebel/cuntaka, dan hanya boleh ditarikan pada upacara dewa yadnya dan manusa yadnya. Kemudian sekitar tahun 1940-an dan ytahun 1950-an, gong pengiring tari joged tersebut dilengkapi dan menjadi satu kelengkapan gong.
Pada masa tahun 1970-an, joged ini pernah diminta pentas secara khusus oleh Ida Cokorda Lingsir Puri Tabanan untuk sengaja dipentaskan dihapan beliau sebagai pembuktian bahwa tari joged pingit ini masih tetap eksis dan tetap lestari. Pada saat tersebut, Ida Cokorda Lingsir menyarankan agar kesenian ini jangan samapi punah, dan agar tetap dipentaskan pada waktu kegiatan dewa yadnya dan manusa yadnya.
Hal ini juga dikuatkan secara niskala, yang meminta agar keberadaan joged ini jangan sampai tidak aktif.
Tentang tarian
Penari joged ini terdiri atas dua orang penari perempuan dari usia anak-anak sebalum haid/usia dewasa. Direkrut dari warga masyarakat Suda Kanginan yang memiliki persyaratan anatar lain; mau dan bisa belajar menari, mempunyai paras yang cukup, dengan batas usia menjadi penari adalah masa haid pertama/dewasa. Artinya, ketika para penari telah menadapatkan haid pertamanya, maka sang penari akan segera mepamit/undur diri dari kegiatan joged ini, dan kelompok joged akan segera mencarikan penggantinya untuk kemudian dilatih dan dipelaspas secara sekala dan niskala.
Penari joged duwe memakai kostum penari legong keraton lengkap dengan kipasnya, dengan struktur gamelan pengiring yang mengiringi tarian joged ini terdiri atas tiga palet/babak yaitu:
1. Palet pepeson-lelegongan: mirip dengan tarian awal legong kraton dengan fersi yang agak berbeda dengan durasi kurang lebih lima menit.
2. Palet pelayon: mirip dengan legong keraton dengan versi agak berbeda. Untuk koreografi tarian waktu sekarang agak berbeda dengan dahulu. Koreografi tarian untuk waktu sekarang lebih disederhanakan dengan pertimbangan; daya hafal penari, kebutuhan waktu agar lebih efisien, dll.
3. Palet ibing-ibingan: pengibing tarian ini berjumlah satu-dua pengibing yang telah ditentukan orang-orangnya dan biasanya dari kalangan sutri. Tarian akan berakhir bila penabuh telah mendapat isyarat berhenti dari para sutri.
Fungsi tarian:
Fungsi tarian secara niskala; sebagai pelengkap upacara dewa yadnya, persembahan suci untuk para bhatara dan bhatari yang melingga di khayangan banjar Suda Kanginan.
Fungsi secara sekala; sebagai hiburan bagi masyarakat, sebagai penanda bahwa acara puncak persembahyangan akan segera dilaksanakan, serta sebagai media pelestarian budaya leluhur.
*Artikel ini dibuat berdasarkan sinopsis yang diterbitkan oleh banjar adat suda kanginan. Segala isi artikel ini telah di edit oleh penulis, tanpa mengurangi isi dan makna sebenarnya.
Alamat joged: Br. Suda kanginan, Desa Nyitdah, Kec. Kediri, Kab. Tabanan
Sumber :
http://tabanankab.go.id/artikel/budaya-dan-agama/138-joged-dadua
http://www.pesonapulaubali.com/sejarahbudaya/bali/81-jogeddaduabali.html
0 comments:
Posting Komentar