Rabu, 15 Juni 2011

Berpastoral dengan Multimedia : Peluang dan Strategi Pastoralnya

Oleh: F.X. Didik Bagiyowinadi, Pr

Upaya-upaya pastoral (penggembalaan) bagi kawanan domba Kristus telah dan akan terus dilakukan. Namun kita menyadari betapa pelayanan pastoral tradisional kerap belum bisa menyapa kawanan domba yang terserak oleh aneka kondisi hidup mereka, apalagi untuk turut membimbing dan menuntun mereka yang berasal dari kandang lain. Syukur pada Allah, akhir-akhir ini multimedia dengan kekuatan suara dan gambarnya bisa menjadi alternatif dan pelengkap sarana pastoral kita. Dalam tulisan ini kita akan mencoba melihat, mempertimbangkan, dan menjajagi aneka multimedia sebagai sarana pastoral, secara khusus internet. Dalam tulisan ini tidak akan dibahas soal film dan televisi sebagai sarana pastoral mengingat kecilnya peluang ini akan dimanfaatkan oleh keuskupan dan paroki-paroki di Indonesia.

1. Tujuan Pastoral: Mempunyai Hidup dalam Kelimpahan

Tuhan Yesus datang ke dunia untuk memberi kita hidup, dan mempunyainya dalam kelimpahan (Yoh 10:10). Maka hidup dalam Kristus dengan segala kelimpahannya ini patut diwartakan dan diperjuangkan, juga di era multimedia, dimana kekuatan gambar dan suara perlu diperhitungkan dan dimanfaatkan untuk melengkapi karya pastoral (penggembalaan) tradisional sehingga kawanan domba Kristus di zaman modern ini akhirnya bisa menemukan padang berumput hijau (lih. Mzm 23) dan hidup dalam segala kelimpahannya.

Tidak dipungkiri bahwa multimedia, terlebih internet, membawa aneka dampak negatif dalam kehidupan manusia modern, seperti bahaya keterasingan diri, plagiarisme, pornografi dan kekerasan dalam media, namun hal demikian tidak perlu membuat kita ragu untuk memanfaatkannya mengingat besarnya keuntungan yang ditawarkan multimedia bagi karya pewartaan dan penggembalaan di zaman modern ini. Maka "adalah penting, bahwa semua orang dari semua tingkatan dalam gereja menggunakan internet secara kreatif untuk mewujudkan tanggung jawab mereka dan membantu memenuhi misi Gereja. Ketakutan atau kekhawatiran akan komunikasi tidaklah beralasan, karena sangat besarnya kemungkinan positif dari internet."

2. Seruan Gereja untuk Memanfaatkan Media Modern

Konsili Vatikan II menerbitkan dokumen Inter Mirifica yang mengajak kita memanfaatkan sarana komunikasi modern untuk karya pewartaan dan penggembalaan Gereja. Sementara dalam ensiklik Communio et Progressio , art. 128, Paus Paulus VI menegaskan bahwa media modern menawarkan cara-cara baru untuk menghadapkan manusia dengan pesan Injil. Lebih lanjut dalam ensiklik Evangelii Nuntiandi, art. 45 beliau juga menegaskan, "Gereja akan merasa bersalah di hadapan Kristus bila gagal menggunakan media untuk evangelisasi." Paus Yohanes Paulus juga mendukung pemanfaatan media massa untuk katekese dan dalam ensiklik Redemptoris Missio, art. 37 beliau menyebut media sebagai aeropogus pertama di zaman modern. Maka "Gereja belumlah cukup untuk menggunakan media sekedar untuk menyebarkan pesan Injil dan ajaran otentik Gereja. Namun juga perlu mengintegrasikan pesan Injil ke dalam kebudayaan baru yang diciptakan oleh komunikasi modern."

Paus Benediktus XVI dalam pesan hari komunikasi ke-44 pada tahun imam ini mengangkat tema: Imam dan Pelayanan Pastoral di Dunia Digital: Media Baru demi Pelayanan Sabda. Ditegaskannya bahwa penggunaan teknologi komunikasi baru ini sangatlah perlu, khususnya dalam menjawab secara tepat tantangan-tantangan yang dirasakan kaum muda di tengah pergeseran dunia dewasa ini. Maka para imam, selaku para bentara Sabda Allah, diharapkan juga menjadi saksi setia terhadap Injil dalam dunia komunikasi digital dengan menunaikan perannya sebagai pemimpin komunitas yang menampilkan 'suara berbeda' dalam pasaraya digital. "Dengan demikian, para imam, ditantang untuk mewartakan Injil dengan menggunakan generasi teknologi audiovisual yang paling mutakhir (gambar, video, animasi, blog dan website) yang seiring dengan media tradisional dapat membuka wawasan baru dan luas demi dialog, evangelisasi, dan katekese."

3. Menimbang Peluang dan Keterbatasan Multimedia

Untuk menyusun suatu strategi pastoral dengan multimedia, patut kiranya pertama-tama kita menyadari peluang dan kekuatannya, tetapi juga segala keterbatasannya sehingga kita lebih realistis dalam pemanfaatannya.

a. Kekuatan dan Peluang Multimedia untuk Pastoral

Pertama, biaya operasional pewartaan Injil dengan internet relatif lebih murah dan berisiko kecil. Kita bisa membandingkannya dengan pewartaan Injil secara langsung dari kampung ke kampung, yang membutuhkan energi, biaya, dan risiko yang tidak sedikit. Sementara pewartaan melalui multimedia, misalnya internet, sanggup menjangkau subjek pewartaan yang jauh lebih luas dan berisiko kecil. Pewartaan digital melalui internet ini juga bisa diakses oleh masyarakat kota yang fanatik, ataupun di pelosok pedalaman sejauh ada koneksi internet. Demikian pula biaya operasionalnya lebih terletak pada biaya akses internet dan langganan provider, apalagi bila dimanfaatkan layanan jaringan sosial yang gratis.

Kedua, multimedia bisa membantu penyebarluasan informasi dan pewartaan gereja, bahkan bisa membantu menyapa mereka yang kurang terjangkau. Internet sungguh "membawa keuntungan dari perspektif religius. Mereka membawa berita dan informasi tentang event-event religius, ide-ide, dan kepribadian. Mereka melayani sebagai kendaraan untuk evangelisasi dan katekese. Hari kerja maupun hari libur, mereka tetap menyediakan inspirasi, peneguhan, dan peluang untuk ibadah bagi mereka yang terkurung di rumah atau institusi mereka." Maka internet sangat relevan untuk aneka kegiatan dan program Gereja, seperti evangelisasi (termasuk re-evangelisasi dan evangelisasi pertama, maupun karya misioner ad gentes ), katekese, dan aneka bentuk pendidikan, berita, dan informasi, apologetik, dan administrasi, dan beberapa bentuk pastoral konseling dan bimbingan rohani.

Ketiga, internet menawarkan akses langsung dan segera ke sumber-sumber religius dan spiritual yang penting, seperti perpustakaan besar dan museum, tempat-tempat ibadah, pengajaran dokumen magisterium, tulisan bapa gereja dan pujangga gereja, serta kebijaksanaan religius dari pelbagai zaman. Mereka juga bisa berkontak dan saling meneguhkan dalam komunitas virtual.

Keempat, memang internet tidak bisa menggantikan komunitas antar pribadi secara real, realitas inkarnasi dari sakramen-sakramen dan liturgi, atau pewartaan langsung Injil, namun internet dapat melengkapinya , menarik orang pada pengalaman iman yang hidup, dan memperkaya kehidupan religius penggunanya.

b. Keterbatasan Multimedia sebagai Sarana Pastoral

Pertama, Pastoral melalui multimedia dan secara khusus internet, dapat berfungsi dengan baik sejauh ada jaringan dan akses ke internet, entah melalui komputer pribadi ataupun diakses dari warnet. Namun, adanya fasilitas juga tidak menjamin manakala ada keengganan orang untuk membuka emai ataupun mengklik situs komunitas (paroki, tarekat, dsb), sehingga komunikasi tidak bisa lancar sebagaimana diharapkan.

Kedua, perlu adanya tenaga terampil dan berminat untuk mengelola web sehingga situs yang dikelola terus di-up date dan tampil secara menarik. Aneka situs rohani yang terkesan ala kadarnya dan kurang digarap serius juga tidak memberi daya tarik, apalagi bila isinya terkesan klise . Tenaga terampil dan profesional makin dibutuhkan manakala kita mau menggarap multimedia lainya, seperti animasi komputer, VCD, dsb.

Ketiga, adanya tuntutan multimedia agar isi tulisan di web tidak terlalu panjang, cukup sekitar satu halaman, yang tentunya membatasi kedalaman pembahasan. Penyajian dalam situs web cenderung lebih sederhana dan ringan bila dibandingkan dengan buku-buku.

Keempat, tulisan dalam situs rohani pun cenderung bersifat relatif dalam soal kebenaran. Berbeda dengan buku, tulisan di website tak pernah akan ada nihil obstat dan imprimaturnya. Memang media modern ada kalanya terkesan indifferent, bahkan memusuhi iman dan moral kristiani, sebab media dilatarbelakangi oleh pemikiran posmodernisme dimana tiada kebenaran yang mutlak. Kelima, data-data pribadi di internet cenderung anonim atau disamarkan, berbeda dengan pelayanan pastoral secara langsung. Hal ini perlu disadari dalam menilai dan menggunakan latar belakang mereka yang mengakses situs rohani.

4. Situasi umat yang perlu disapa dan dilayani:

Tentu sasaran pastoral dengan multimedia ini bisa ditujukan kepada semua umat Katolik, termasuk mereka yang setia menghadiri misa mingguan dan aktif dalam kegiatan lingkungan atau kelompok kategorial. Melalui sarana pastoral multimedia ini mereka bisa tetap berkontak satu sama lain, saling menguatkan, dan memperluas khazanah iman, misalnya dalam milis-milis paroki atau milis kelompok kategorial.

Namun, secara khusus pastoral dengan multimedia ini ditujukan kepada:

Pertama, kaum muda sebab melalui teknologi komunikasi baru ini, menurut Paus Benediktus XVI, Gereja bisa mendampingi kaum muda dalam menghadapi tantangan-tantangan mereka di tengah pergeseran budaya masa kini. Kita ingat bagaimana Paus Benediktus XVI sendiri juga meluncurkan situs pribadinya di youtube.

Kedua, mereka yang terdiaspora oleh karena pekerjaan dan kondisi hidupnya sehingga tidak terjangkau dengan pelayanan pastoral teritorial-tradisional. Situasi kediasporaan seperti dibicarakan Romo Mangunwijaya Pr dalam Gereja Diaspora (Kanisius, 1999) akan menemukan alternatif jawabannya dalam pelayanan pastoral multimedia ini. Dokumen The Church and Internet menegaskan, "Internet melengkapi gereja dengan sarana-sarana komunikasi untuk kelompok-kelompok khusus, khususnya kaum muda dan dewasa muda, orang-orang tua dan yang terkurung di rumah, orang-orang yang tinggal di wilayah yang berpindah-pindah, anggota-anggota tubuh Kristus lainnya yang mungkin sulit terjangkau."

Ketiga, sebagaimana Kristus juga menuntun domba dari kandang lain agar mereka juga dijadikan satu kawanan dan satu gembala (Yoh 10:16), maka pastoral dengan multimedia hendaknya juga dirancang untuk menjangkau semua orang yang berkehendak baik, yang dalam kebingungannya mencari Sang kebenaran, agar mereka juga menemukan padang berumput hijau. Maka Paus Benediktus XVI menghimbau kita untuk "memperkenalkan orang-orang zaman sekarang teristimewa mereka yang mengalami ketidakpastian dan kebingungan, bahwa Allah itu dekat, bahwa di dalam Kristus kita semua saling memiliki."

Keempat, manusia modern yang berlatar belakang lain agama dan budaya, juga perlu disapa dan diajak berdialog. "Kehadiran pastoral di dunia komunikasi digital justru mengantar kita untuk berkontak dengan penganut agama lain, dengan orang-orang tak beriman dan orang-orang dari berbagai budaya, menuntut kepekaan terhadap orang yang tidak percaya, putus asa dan yang memiliki kerinduan mendalam dan tak terungkapkan akan kebenaran abadi dan mutlak." Lebih lanjut, Paus Benediktus XVI menegaskan bahwa internet adalah suatu 'pelataran bagi orang-orang bukan Yahudi' di Bait Allah Yerusalem.

5. Siapa Pelakunya?

Tugas pertama ambil bagian dalam pelayanan pastoral multimedia ini tentulah para imam yang telah mendapat perutusan untuk mewartakan Injil dan menggembalakan kawanan domba Kristus, sebagaimana ditegaskan Paus Benediktus dalam pesan hari Komunikasi tahun 2010 ini. "Lebih dari sekedar seorang 'ahli media' seorang imam hendaknya mengungkapkan kedekatannya dengan Kristus untuk memberikan 'jiwa' baik bagi pelayanan pastoralnya maupun bagi aliran komunikasi internet yang tak terbendung."

Namun, kaum beriman awam yang kompeten dalam bidang komunikasi sosial ini juga bisa menyumbangkan potensi dan kemampuannya. Lumen Gentium 37 sendiri mengakui peran dan keterlibatan kaum beriman awam dalam bidang demikian, "Sekedar ilmu pengetahuan, kompetensi, dan kecakapan mereka, para awam mempunyai kesempatan, bahkan juga kadang-kadang juga kewajiban, untuk menyatakan pandangan mereka tentang hal-hal yang menyangkut kesejahteraan Gereja". Maka mereka yang terlibat dalam karya bidang komsos ini hendaklah menolong sesama yang lainnya agar di dunia digital mereka juga turut "merasakan kehadiran Tuhan, menumbuhkan kerinduan dan harapan serta mendekatkan diri pada Sabda Allah yang menganugerahkan keselamatan dan membangun manusia secara utuh." Melalui mereka pula Gereja mengharapkan adanya opini publik untuk bisa mensuplai dan membimbing anggota Gereja lainnya.

Secara khusus kaum muda perlu dilibatkan dalam karya pastoral multimedia ini, entah mereka ambil bagian dalam pengelolaan situs-situs rohani, ataupun pembuatan blog atau facebook pribadi dimana mereka ikut mensharingkan kesaksian iman mereka melalui tulisan mereka.

Untuk mendukung keberhasilan pastoral multimedia ini, perlu adanya sinergi dari semua potensi yang terdapat dalam Gereja. Mereka yang melibatkan diri pada pastoral multimedia ini bisa mendapatkan training profesional, namun juga pembinaan doktrinal dan spiritual. Dengan demikian mereka yang terlibat, tidak merasa berjalan sendiri-sendiri, tetapi dalam kebersamaan untuk ambil bagian dalam karya penggembalaan kawanan domba Kristus.

6. Perlunya Pendidikan Bermedia

Mengingat multimedia ini merupakan barang baru dengan segala dampak negatifnya, maka pastoral media pertama-tama dilakukan dengan menyelenggarakan pendidikan media, khususnya bagi kaum muda. Apa saja materi yang perlu disajikan dalam pendidikan media? Dokumen The Church and Internet menyebut: "Lebih dari sekedar pengajaran tentang teknik-teknik, pendidikan media membantu orang membentuk standard rasa baik dan penilaian moral dengan benar, sebuah aspek akan kesadaran formasi." Sementara Communio et Progressio art. 107 menggarisbawahi pendidikan media bagi kaum muda, "Kaum muda secara khusus perlu diajar ' tidak hanya menjadi orang Kristiani yang baik saat mereka menjadi penerima tetapi juga aktif dalam menggunakan semua alat komunikasi dalam media.... sedemikian sehingga kaum muda akan sungguh menjadi warga dari era komunikasi sosial yang baru dimulai." Dengan demikian, selain diajar soal teknik, mereka juga perlu diajar bagaimana memfungsikan dengan baik dunia cyberspace, membuat pembedaan dan penilaian berdasarkan kriteria moral atas apa yang mereka dapat di sana , serta menggunakan teknologi baru untuk perkembangan mereka secara integral dan bagi keuntungan sesama.

Selain kepada kaum muda, training dan pendidikan media ini juga layak ditawarkan kepada para seminaris, imam, religius, dan petugas pastoral awam, demikian pula guru, orangtua, dan murid. Dengan demikian bisa diharapkan bahwa semua umat akhirnya bisa memanfaatkan multimedia untuk pendalaman iman dan pewartaan firman. Di satu sisi mereka perlu menerimanya dengan sikap kritis dan bijaksana, namun di lain pihak juga memanfaatkan aneka peluang dan kemudahannya untuk pewartaan Injil. Untuk menyelenggarakan pendidikan media secara berkesinambungan, Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan idealnya menyediakan materi training yang bisa dimanfaatkan oleh paroki-paroki dan aneka institusi Gereja.

7. Aneka Peluang yang Perlu Dijajagi:

Seperti disinggung di bagian pengantar, sebenarnya multimedia mencakup semua sarana komunikasi modern yang memanfaatkan kekuatan suara dan gambar, termasuk televisi dan film. Namun, mengingat mahalnya biaya produksi pembuatan film dan juga mahalnya biaya pendirian stasiun televisi, di sini kita membatasi beberapa peluang dan kemungkinan yang masih bisa dilakukan oleh Gereja lingkup keuskupan, paroki, kelompok kategorial, bahkan pribadi.

1. Melengkapi sarana katekese audiovisual, dengan membuat video, program animasi komputer, powerpoint yang bisa disebarkan melalui milis-milis ataupun didownload di internet, dan penyajian aneka informasi iman katolik di website.
2. Membuat milis atau forum diskusi iman, dimana materi tidak hanya mencakup informasi kegiatan gereja, atau untuk menambah wawasan iman, tetapi juga memotivasi sharing pengalaman iman dan saling mendukung dalam doa.
3. Membuat suatu "facebook bersama" atau situs rohani yang lumayan komplet untuk menyediakan aneka layanan konsultasi kebutuhan manusia seutuhnya (bdk. Yoh 10:10), mulai dari konsultsi psikologi, kesehatan, belajar, karir dan ekonomi, dsb. Dan tentunya di situ disediakan juga ruang pengenalan dan pendalaman iman Katolik, sehingga sesewaktu para pengunjung bisa mengklik dan membacanya.
4. Membuat situs yang menampilkan kekuatan ajaran iman Katolik dalam mengkaji persoalan keseharian dan di tengah masyarakat, sekaligus juga bisa ditampilkan titik temu iman katolik dengan aneka budaya masyarakat Indonesia dewasa ini. Situs rohani demikian akan menjadi pintu dialog dan sekaligus menawarkan pencerahan bagi mereka yang tengah mencari Sang Kebenaran.
5. Pribadi-pribadi pun bisa membuat web, blog, facebook atau twitter dimana dengan leluasa kita bisa mensharingkan pengalaman iman kita, yakni mensharingkan pengalaman keseharian dalam terang ajaran iman dan bagaimana kita menemukan dan mengalami kasih Allah dalam kehidupan sehari-hari. Sharing iman demikian niscaya akan jauh menarik dan menyentuh hati pembaca. Tentu dalam aneka situs pribadi ini kita juga bisa menampilkan sisi iman katolik atau mentautkannya dengan situs-situs rohani yang banyak menyajikan ajaran iman Katolik.
6. Ambil bagian dalam milis-milis umum, dengan berupaya ikut membentuk opini publik dan menjadi garam dan terang di sana. Beberapa orang juga mencantumkan teks Alkitab di akhir postingan dalam milis-milis.

Memang harus tetap disadari bahwa realitas virtual ini tidak akan pernah bisa menggantikan kehadiran nyata Kristus dalam Ekaristi maupun realitas sakramental dalam sakramen-sakramen lain, demikian pula dengan partisipasi dalam ibadah dengan tubuh-darah manusiawi dalam komunitas. Oleh karena itu perencanaan pastoral multimedia ini haruslah memimpin orang dari cyberspace ke komunitas yang sejati dan bagaimana, melalui pengajaran dan katekese, sesudah itu internet mungkin bisa digunakan untuk menyediakan dan memperkaya mereka pada komitmen kristiani.

8. Menimbang Aneka Potensi dan SDM yang Ada

Tuhan Yesus mengajak orang yang mengikuti Dia untuk mempertimbangkan segala sesuatunya, sama seperti orang yang hendak mendirikan menara atau raja yang akan maju berperang (lih. Luk 14:28-33). Demikian pula halnya dengan pilihan pastoral dengan multimedia, perlu dipertimbangkan terlebih dahulu. Kendati peluang dan manfaat pewartaan dan penggembalaan dengan multimedia ini sangat besar, kita harus tetap realistis dengan potensi dan sumber dana-daya yang kita miliki. Sebab untuk membuat animasi komputer, misalnya: dibutuhkan mereka yang mumpuni dan berkomitmen dalam pembuatan animasi dan design grafis, demikian pula tim kreatif yang memahami ajaran iman dan bagaimana berkatekese. Sementara itu untuk produksi dan distribusi, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sejauhmana dana bisa dihimpun dan dikelola untuk mendukung karya kerasulan ini? Sedangkan untuk pengelolaan website, diperlukan tenaga-tenaga trampil dan berkomitmen untuk mengelolanya, sehingga tidak terkesan asal-asalan. Adakah tenaga yang mau mengelolanya dengan setia dan berkesinambungan? Dalam hal ini potensi kaum muda Katolik masih bisa diharapkan dan diberdayakan. Adakah orang-orang yang bersedia menyiapkan tulisan untuk mensuplai aneka website rohani ini? Demikian pula soal pemanfaatannya, perlu dipikirkan sejauhmana komunitas Katolik sendiri tertarik dan memanfatkannya.

9. Contoh Rancangan Pastoral dengan Multimedia

Kita hendak membuat program animasi komputer yang bisa melengkapi katekese audiovisual maupun menyediakan sarana bagi anak-anak untuk belajar sambil bermain dengan komputernya di rumah. Maka umat yang menguasai animasi dan design grafis bisa bersinergi dengan tim kreatif katekese. Materi yang bisa diolah untuk anak-anak, misalnya: seputar misdinar, permainan kitab suci, dan pengenalan liturgi. Pembiayaan yang perlu dianggarkan mencakup biaya produksi, publikasi, dan distribusi. Sementara untuk mendistribusikan program animasi ini, bisa dijalin kerjasama dengan sekolah-sekolah Katolik.

Web paroki tentunya memuat aneka informasi yang penting bagi warga paroki, namun juga bisa memasukkan kolom renungan, forum diskusi, dan juga konsultasi. Bila dalam pelayanan pastoral tradisional, pastor paroki bisa menyapa dan memberikan layanan konsultasi secara langsung, maka konsultasi melalui web merahasiakan pengirimnya sehingga hal yang ditanyakan bisa menjadi bahan pembelajaran bersama. Tentu saja konsultasi tertulis demikian tidak seideal konsultasi langsung, namun setidaknya bisa melengkapi kekosongan, terlebih bagi mereka yang enggan atau tidak mungkin datang berkonsultasi secara langsung kepada pastor parokinya.

Penutup

Multimedia dengan segala kekuatan dan keterbatasannya, tetaplah sarana pastoral yang kiranya bisa melengkapi upaya-upaya pastoral tradisional selama ini. Dia tidak hanya menyapa umat paroki, tetapi juga lintas paroki, bahkan juga menyapa banyak domba dari kandang lain, yang semoga setelah bersentuhan dengan suara Sang Gembala akhirnya juga tertuntun menjadi satu kawanan sehingga menemukan hidup dalam segala kelimpahannya.

Sumber : http://www.imankatolik.or.id/berpastoral_dengan_multimedia_peluang_dan_strategi_pastoralnya.htm

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP