Pembinaan Kaum Muda Katolik di Persimpangan Jalan
Tidak bisa dipungkiri bahwa berkembang tidaknya suatu bangsa tergantung pada kaum muda. Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, kaum muda mempunyai posisi yang penting sebagai pembawa perubahan. Setiap ada kemandegan, yang berujung pada penderiataan rakyat, kaum muda siap mendobraknya. Dengan demikian, tidak disangsikan lagi peran kaum muda sebagai “agent of change”.
Situasi demikian juga terjadi dalam lingkup gereja Katolik. Kaum muda merupakan pembawa perubahan kehidupan menggereja. Kehadiran mereka bukan hanya sebagai ‘bolo dupakan’ dengan aktifitas seputar tempat parkir. Tetapi mereka diharapkan, dan sudah seharusnya lebih berperan lagi sebagai penggerak kehidupan menggereja. Idealisme demikian, kiranya masih jauh dari harapan, ketika melihat sepak terjang orang muda. Tidak jarang saling menyalahkan (dalam diam) antara orang muda dan orang dewasa. Mungkinkah bahwa titik lemahnya di dalam pendampingan kaum muda itu sendiri?
Pengalaman terlibat dalam dinamika bersama kaum muda selama ini. Sepertinya orang muda mempu-nyai dinamika tersendiri, yang berbeda dengan dinamika orang tua. Perbedaan dinamika ini terkadang kurang terjembatani. Sehingga saling silang pengertian mudah terjadi. Satu hal yang mungkin bisa dilakukan adalah duduk bersama, sharing bersama. Berbicara kemauan masing-masing untuk kemudian mencari titik temu atau setidaknya saling mengerti.
Macetnya kegiatan-kegiatan orang muda juga disebabkan oleh kurang atau tidak adanya evaluasi kegiatan. Kalaupun ada evaluasi ya tinggal evaluasi, tanpa ada tindak lanjutnya. Sekedar memenuhi permintaan untuk sahnya laporan pertanggungjawaban. Dana terkadang muncul juga menjadi kendala. Namun benarkah dana merupakan kendala? Persoalan pendanaan seharusnya hanyalah persoalan kecil, ketika ada kreatifitas dalam penggalian dana.
Beberapa tantangan di atas disinyalir merupakan dosa pembinaan kaum muda itu sendiri. Oleh Philips Tangdilintin (2008) diungkapkan adanya lima dosa pembinaan kaum muda.
NATO = no action, talk only”, banyak omong, kaya rumusan, kurang aksi!
Tidak dipungkiri pentingnya peran dan pembinaan kaum muda. Dalam banyak kesempatan pertemuan hal ini selalu menjadi topik dan bahasan yang hangat, yang akhirnya menghasilkan rumusan-rumusan rekomendasi yang sangat baik. Rekomendasi kemudian disosialisasikan dan berhenti sebatas sosialisasi saja. Penjabaran aktualisasi ke dalam kegiatan-kegiatan atau gerakan-gerakan pembaharuan tidak terjadi.
Menganggap orang muda katolik hanya ‘harapan masa depan’.
Orang muda dianggap sebagai the churchmen of tomorrow, warga gereja masa depan. Sehingga dalam setiap kegiatan-kegiatan, orang muda cenderung ditempatkan sebagai pelengkap (penderita), kurang mendapat tempat yang strategis. Hal ini disebabkan ‘katanya’ orang muda kurang pengalaman. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana mungkin punya pengalaman, ketika tidak diberi tanggungjawab atau dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan.
Menganggap pembinaan orang muda katolik sebagai ‘opsional’
Perubahan dan pembaharuan menuju keadaban publik merupakan opsi gereja yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Tanggung jawab dan peran terbesar dalam perubahan dan pembaharuan ada di tangan kaum muda. Untuk itu dibutuhkan generasi muda yang lebih jujur, lebih adil, lebih disiplin, lebih bertanggung jawab, lebih terbuka-inklusif, memiliki daya juang dan iman yang kokoh. Maka pembinaan orang muda katolik haruslah menjadi pilihan esensial dan imperaktif, bukannya opsional.
Bergerak seputar altar, lupa misi sosial.
Ketika pembinaan orang muda katolik sudah berjalan, kegiatannya berlangsung di seputar altar. Kegiatan sosial atau politik kurang mendapatkan porsi. Sehingga tidak heran semakin berkurangnya tokoh-tokoh sosial atau politik dari kalangan muda katolik.
Tanpa konsep, tanpa sistem, tanpa kontinuitas
Pembinaan masih banyak yang ditangani secara parsial, belumlah merupakan suatu sistem yang konsisten dan continuous improvement (peningkatan terus-menerus). Dapat dikatakan ganti pengurus ganti program atau kebijakan.
Untuk menghadirkan ciri kaum muda sebagai agent of change, agen perubahan yang energik, kreatif, solutif, dinamis, empatik, kritis, dan berani mengambil resiko, mau tidak mau harus didukung dengan perubahan paradigma pembinaan, atau pendampingan kaum muda katolik. Paradigma yang seperti apa? Itu menjadi tanggung jawab bersama, tanpa terjebak kembali ke dalam lima dosa pembinaan. (Br. Conrad, CSA)
Sumber : http://buletinlenterabanyumanik.blogspot.com/2009/02/pembinaan-kaum-muda-katolik-di.html
0 comments:
Posting Komentar